Senin 23 Dec 2013 07:42 WIB
Pareto

Swasembada Sapi Setelah Paket Bali

Ternak sapi
Ternak sapi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh EH Ismail

Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sudah selesai dilaksanakan. Perhelatan yang berlangsung pada 3-7 Desember 2013 lalu menghasilkan kesepakatan dari semua anggota WTO. Kesepakatan yang diberi nama Paket Bali itu merupakan prestasi tersendiri. Alasannya tak lain karena Paket Bali adalah kesepakatan perjanjian dagang pertama yang disetujui semua anggota WTO.

Menurut perkiraan Peterson Institute for International Economics, lembaga swadaya bermarkas di Washington DC, Amerika Serikat, yang memfokuskan diri pada penelitian terhadap kebijakan ekonomi internasional, apabila pasal-pasal dalam Paket Bali dilaksanakan, maka akan meningkatkan aktivitas ekonomi dunia.

Di sektor bea cukai misalnya, Paket Bali akan memicu aktivitas ekonomi global yang bisa mencapai nilai 1 triliun dolar AS. Belum lagi di bidang lapangan pekerjaan yang diprediksi terkerek naik menjadi 21 juta lapangan pekerjaan baru. Adapun dalam aspek biaya perdagangan internasional, Paket Bali bisa menekan biaya 10 persen sampai 15 persen dari yang saat ini terjadi.

Paket Bali terdiri dari sepuluh keputusan terpisah Konferensi Menteri yang mencakup sejumlah sektor. Salah satunya adalah pertanian yang berkutat pada masalah ketahanan dan keamanan pangan serta subsidi pertanian di negara berkembang.

Dalam aspek perdagangan komoditas pertanian, Paket Bali menyepakati penurunan tarif impor sehingga negara-negara berkembang mudah bersaing dengan negara-negara maju di pasar global. Negara maju akan menghapus batasan impor produk pertanian dari negara berkembang dan tidak lagi membebankan tarif terhadap jumlah produk pertanian yang melebihi batasan impor, tetapi masih dibolehkan melakukan impor hasil tani tanpa batas.

Terlepas peluang yang tersaji di depan mata mengenai impor komoditas pertanian, bagi Indonesia, Paket Bali menyisakan pekerjaan rumah yang tidak ringan. Dikaitkan dengan Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) yang ditargetkan terjadi pada 2014 mendatang, Paket Bali ibarat pisau bermata dua yang apabila salah dalam pemanfaatannya maka akan melukai tangan sendiri.

Pemerhati ekonomi pertanian dan peternakan dari Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan, tantangan PSDS 2014 adalah masih besarnya porsi impor sapi yang membuat Indonesia bak memiliki ketergantungan suplai dari luar negeri, utamanya Australia. Dengan adanya kesepakatan Paket Bali, masalah importasi sapi menjadi lebih pelik.

Waktu empat tahun yang diberikan WTO agar semua negara berkembang menyiapkan ketahanan pangannya haruslah dimanfaatkan secara serius oleh Indonesia. Gagal mencapai swasembada setengah windu mendatang, Indonesia harus siap menghadapi gempuran impor sapi yang lebih dahsyat. Apalagi, saat itu bea masuk komoditas pertanian makin tergerus lebih murah. n antara ed: eh ismail

Informasi lengkap berita di atas serta berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement