REPUBLIKA.CO.ID, Kian variatif media digunakan untuk mensyiarkan Islam, termasuk melalui media sosial, Twitter. Banyak kalangan seperti ustaz atau anak-anak muda yang mulai peduli dan memanfaatkan media ini untuk saling berbagi ilmu dan kebaikan. Salah satunya @taushiyah.
Penggagas @taushiyah, Annisa Riani, menyatakan, @taushiyah dibentuk atas kesadaran bahwa sosial media akan banyak digunakan masyarakat, khususnya kaum muda. “Media sosial akan sering ditengok, dilihat, diintip, dan dibaca setiap harinya,” katanya, Kamis (9/1).
Menurut Annisa, sayang sekali jika ada media yang sebegitu melekatnya dengan masyarakat, tapi tidak ada unsur dakwahnya. @taushiyah pada awalnya dibentuk alumnus UI itu pada 24 Mei 2010. Konsepnya sederhana, menebar kebaikan, seperti yang tertulis pada profilnya.
Tiga tahun pertama @taushiyah hanya menampilkan cuplikan Alquran, hadis, perkataan ulama, atau kutipan perkataan sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. Baru pada 2013, seiring bertambahnya teman-teman yang membantu mengembangkan akun ini, ada perubahan.
Mereka membuat jadwal kultwit dengan tema yang beragam setiap harinya. Di antaranya sejarah Islam, kemuslimahan, zakat, kesehatan, ekonomi Islam, dan beberapa isu lainnya. Isu-isu tersebut disampaikan oleh sepuluh admin dengan latar belakang keilmuan berbeda-beda.
Mereka menggunakan literatur-literatur tepercaya dalam menghadirkan tweet-nya. “Kami tentu saja jauh dari sempurna. Tapi, komitmen kami adalah membagi ilmu yang dimiliki. Jadi, mohon maaf kalau bahasan kami masih terbatas,” ujar Annisa.
Ia menuturkan, @taushiyah juga pernah mengadakan kuis untuk follower pada Ramadhan tahun lalu. Ada empat buah buku yang dibagikan kepada pemenang kuis. Selain itu, mereka juga men-tweet pengingat ibadah, semisal shalat Dhuha dan berdoa saat hujan.
“Sederhana sekali. Kami memang ingin berbagi kebaikan dan saling mengingatkan dengan cara yang tidak rumit,” ujar Annisa. Hampir empat tahun berjalan, @taushiyah belum pernah mengadakan majelis atau pertemuan di luar media online.
Sayangnya, kata Annisa, saat ini kultwit bertema @taushiyah sedang vakum. Menurutnya, kini mereka sedang merancang strategi. Ia ingin semakin banyak orang senang untuk berbagi dan saling mengingatkan tentang kebaikan.
Jadi, ketika seseorang membuka media sosial, yang didapati bukan lagi sekadar membaca curhatan atau keluhan orang. Sebaliknya, setiap orang saling mengingatkan hal-hal baik, saling berbagi ilmu, yang kemudian memicu keinginan untuk belajar lagi, meningkatkan ibadah dan amal.
Diakui Annisa, akun ini tidak bisa menjadi satu-satunya sumber pembelajaran sebab ada saja kemungkinan salah. Lagi pula, 140 karakter tak bisa memberi ilmu secara menyeluruh. Karena itu, ia memacu para follower lebih giat menimba ilmu.
Ia bersyukur respons follower selama ini cukup baik. Setiap ada kultwit, antusiasme mereka tidak pernah surut. “Mereka bahkan selalu menanti-nanti dan menyimak dengan baik, alhamdulillah,” kata Annisa.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menyambut baik hal tersebut. Ia berpesan pengelola dakwah melalui media sosial jangan hanya menyebarkan pesan selewat yang malah tak terbaca. Masyarakat juga perlu cermat memilah.
Tujuannya agar pesan yang belum tentu kebenarannya tidak diterima utuh dan diklarifikasi. “Perlu ada kelompok-kelompok diskusi lebih kecil yang melakukan kajian, semacam focus group discussion (FGD),” ujar Asrorun.
Dalam FGD ada tokoh yang dituakan atau memiliki kapasitas keilmuan sehingga pembahasan lebih jelas dan terarah. Semangat mendalami Islam itu bagus. Tapi, harus diarahkan pada guru yang tepat. Bukan sekadar mengafir-ngafirkan orang yang tidak sejalan.
“Intinya, perdalam keislaman kepada orang yang memang memahami agama,” kata Asrorun. n c20 ed: ferry kisihandi
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.