REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Faktor generasi muda-tua dalam dalam pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden bisa menjadi bahan pertimbangan. Namun, rekam jejak dinilai menjadi faktor yang paling penting dalam menentukan pilihan.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Hanura Yuddy Chrisnandi mengatakan, faktor tua dan muda bukan persoalan mendasar. "Rekam jejaklah yang menjadi referensi masyarakat," katanya, Selasa (14/1).
Menang, menurut Yuddy, ada keinginan untuk memunculkan sosok baru sebagai pembaruan. Tren pemimpin yang berasal dari generasi muda pun bermunculan. Namun, menurut dia, bukan faktor tua-muda yang menjadi perhatian utama. "Karena memiliki nilai lebih yang lain," ujar dia.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai, faktor tua-muda itu ukurannya relatif. Namun, ia menekankan, nilai kejujuran, integritas, ketegasan, dan keberanian dalam mengambil keputusan yang harus diperhatikan.
Menurutnya, pemimpin harus bisa dilihat dapat memberikan solusi untuk menyelesaikan masalah. "Ketimbang masalah tua-muda atau gender," kata dia.
Politisi Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, menilai, memang ada faktor kejenuhan sehingga muncul keinginan hadirnya sosok dari generasi muda. Hanya saja, ia menilai, kompetensi tetap yang menjadi ukuran.
Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait juga menilai kompetensi, integritas, dan rekam jejak yang menjadi bahan jualan. "Kalau tidak ada substansi, tidak ada perubahan, buat apa," ujar dia.
Direktur Eksekutif Pol-Tracking Institute Hanta Yuda mengatakan, berdasarkan hasil survei, 36 persen cenderung menyukai capres dari kalangan generasi muda. Hanya 17 persen yang menginginkan capres dari generasi tua. Namun, sebanyak 42 persen memberikan penilaian bahwa latar belakang usia bukan persoalan. "Kalau dari survei, tidak begitu berpengaruh," kata dia.
Peneliti dari Institut Riset Indonesia (Insis), Mochtar W Oetomo, mengatakan, capres alternatif diperlukan agar partisipasi pemilih meningkat. Selama ini masyarakat sudah jenuh dengan nama-nama lama.
Menurut Mochtar, hasil survei Insis menunjukkan kehadiran capres muda dapat meningkatkan partisipasi pemilih. Fakta ini menunjukkan adanya magnet capres muda untuk meningkatkan partisipasi warga dalam pemilu. ''Kualitas pemilih tak bisa dilepaskan dari partisipasi pemilih,'' ujar Mochtar. Oleh karena itu, survei partisipasi pemilih dibutuhkan selain survei popularitas maupun elektabilitas.
Insis menyampaikan hasil survei terkait partisipasi pemilih dihubungkan dengan calon presiden (capres). Hasilnya, tingkat partisipasi pemilih tinggi jika capres yang dimajukan berasal dari tokoh berusia muda di bawah 55 tahun.
Menurut Mochtar, tokoh muda di bawah 55 tahun misalnya Joko Widodo, Priyo Budi Santoso, Hidayat Nur Wahid, Muhaimin Iskandar, dan Puan Maharani. ''Jika tokoh muda dicalonkan, maka partisipasi pemilih mencapai 81,86 persen,'' ujarnya.
Mochtar mengatakan, fakta ini menunjukkan adanya magnet atau daya tarik para tokoh muda dibandingkan tokoh di atas 55 tahun. Masyarakat menginginkan adanya regenerasi kepemimpinan.
Masyarakat yang menginginkan regenerasi pemimpin mencapai 90 persen. Oleh karena itu, jika mengharapkan partisipasi pemilih yang tinggi, tokoh muda dapat menjadi pilihan. Sebaliknya, lanjut Mochtar, bila tokoh di atas 55 tahun dimajukan, potensi warga yang tidak memilih cukup banyak.
Sedangkan, jika yang maju menjadi capres di atas 55 tahun maka tingkat partisipasi hanya 63,36 persen. Tokoh di atas 55 tahun seperti Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto. n irfan fitrat/riga nurul iman ed: muhammad fakhruddin
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.