BANDAR LAMPUNG — Aktivitas penggerusan bukit-bukit di kota Bandar Lampung, Lampung terus terjadi. Meski pemerintah kota (pemkot) setempat sudah melarang, kegiatan pengambilan batu bukit belum bisa dihentikan.
Dari sekira 33 bukit, saat ini diperkirakan hanya 11 yang masih berdiri di Bandar Lampung. Salah satu dari bukit-bukit yang masih bertahan itu, yakni Bukit Sukamenanti, Kedaton.
Di Sukamenanti, pengerukan masih terus terjadi. Hilir mudik kendaraan truk terlihat membawa batu bukit, masih melenggang tanpa penjagaan dari aparat.
Menurut Jadi, warga Jalan Onta Kedaton, penggerusan Bukit Sukamenanti, masih berlangsung karena tidak ada yang menjaga di wilayah sekitar. "Sepertinya, masih ada saja truk keluar masuk di bukit ini bawa batu," kata Jadi.
Sebelumnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bandar Lampung menyebutkan bahwa separuh bukit di Bandar Lampung sudah menjadi milik pribadi. Pemilik bukit leluasa menggerus bukit untuk kepentingan pribadinya. BPN telah menghentikan penerbitan sertifikat kepemilikan bukit-bukit atas nama pribadi.
Menurut Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan BPN Kota Bandar Lampung, Erwansyah, sertifikat kepemilikan pribadi terbit sebelum ada Perda Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota Bandar Lampung.
Kepemilikan pribadi bukit-bukit tersebut sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yakni jika seseorang menggarap lahan selama 20 tahun, bisa diberikan hak sertifikat.
Awal bulan lalu, Wali Kota Bandar Lampung Herman HN sempat menjanjikan penindakan atas pengerukan Bukit Sukamenanti. "Aktivitas penggerusan harus dihentikan. Jika perlu, akan kami turunkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk menghentikan aktivitasnya," ujarnya, Senin (9/9).
Ia mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan mengirimkan pasukan penegak peraturan daerah (perda). Menurutnya, seharusnya aktivitas tersebut dihentikan sebab merusak keberlangsungan alam dan bisa menyebabkan banjir.
Herman mengungkapkan bahwa sebelumnya pemerintah juga sudah akan melakukan tindakan tegas, namun memang terkendala oleh sejumlah masyarakat yang mendukung pengolahan bukit tersebut.
Sebagian warga pun menolak penggerusan sebab menyebabkan kerusakan air. "Akibat penggerusan yang dilakukan oleh pihak swasta tersebut, air menjadi kotor," kata Suwardi, warga Kelurahan Sukamenanti.
Ia mengatakan bahwa wali kota harus menyetop aktivitas tersebut, jangan sampai berlarut-larut. Terlebih, itu untuk keberlangsungan hidup masyarakat banyak. Ia mengatakan, semakin lama daerah Sukamenanti makin panas sebab tumbuhan hijau sudah tidak ada lagi. rep:mursalin yaslan/antara ed: fitriyan zamzami