SAMPIT — Kabut asap akibat kebakaran lahan cenderung makin parah di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah. Hal itu dikhawatirkan memicu kenaikan harga barang kebutuhan di daerah tersebut.
"Karena, sebagian barang masih didatangkan dari Jawa. Kabut asap saat ini juga mengganggu transportasi sungai," kata Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Kotim, Fadlian Noor, di Sampit, Rabu (8/10).
Ia mencontohkan, kabut asap yang menguar belakangan membuat kapal yang hendak masuk ke perairan Kotim terpaksa mengurangi kecepatan. Kondisi ini menimbulkan konsekuensi, seperti membengkaknya penggunaan bahan bakar, lamanya waktu sandar atau tambat yang berimbas pada biaya produksi sehingga bisa membuat ongkos kirim barang menjadi naik.
Foto:HERRY MURDY HERMAWAN/ANTARAFOTO
Petugas bersiaga di depan pesawat yang telah disiapkan untuk berangkat di Bandara Syamsudin Noor Banjarbaru Kalimantan Selatan, Senin (6/10).
Kekhawatiran lainnya, yaitu jika kabut asap sampai membuat bongkar muat barang terhambat maka bisa berdampak terhadap sirkulasi stok barang. Jika stok berkurang, harga barang biasanya akan naik. "Secara umum arus keluar masuk barang melalui jalur laut masih berjalan, namun mulai terganggu. Semoga saja kondisinya tidak tambah parah karena jika berimbas pada kenaikan harga barang maka masyarakat yang terbebani," ujar Fadlian.
Selain itu, kebakaran lahan masih marak terjadi di sejumlah lokasi secara sporadis, khususnya di Sampit. Hilir mudik mobil pemadam kebakaran dengan raungan suara sirine menjadi pemandangan rutin yang disaksikan masyarakat.
Makin maraknya kebakaran lahan membuat TNI memutuskan menurunkan anggota mereka untuk memadamkan kebakaran. Kini setiap mobil pemadam kebakaran selalu disertai sejumlah anggota TNI untuk membantu petugas pemadam kebakaran.
Kapolres Kotim AKBP Himawan Bayu Aji mengimbau masyarakat untuk tidak membakar lahan. Jika ada yang ngotot dan terbukti membakar lahan, ia memastikan bahwa proses hukum akan dijalankan dengan tegas seperti yang saat ini mereka lakukan dengan menetapkan belasan tersangka pembakar lahan.
Kabut asap juga menyebabkan seribu lebih bayi dan anak-anak usia di bawah lima tahun di Kabupaten Kotim terserang infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). "Kemarin anak saya sempat sakit flu dan batuk karena asap kebakaran lahan. Saya masih waswas karena sekarang asapnya malah tambah parah," kata Budi, warga Sampit, Rabu.
Pengelola Data pada Dinas Kesehatan Kotim, Subagiyo, menyebutkan, jumlah kasus ISPA pada balita beberapa bulan terakhir cukup tinggi dan menunjukkan tren meningkat. Selama Juli lalu jumlah kasus balita yang terserang ISPA tercatat 310 kasus, kemudian pada Agustus meningkat menjadi 363 kasus.
Peningkatan kecil kembali terlihat pada September lalu yang tercatat sebanyak 384 kasus. Jika dijumlahkan, total kasus ISPA pada balita selama tiga bulan tersebut sebanyak 1.057 kasus.
Data tersebut merupakan laporan dari 20 puskesmas dan puskesmas pembantu yang tersebar di 17 kecamatan yang ada di Kotim. Pendataan masih terus dilakukan jajaran Dinas Kesehatan.
Selain itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat, sebanyak 353 titik panas (hotspot) terdeteksi di wilayah Sumatra. "Berdasarkan pantauan satelit Terra/Aqua, pagi ini di Sumatra kembali muncul titik panas sebanyak 353 titik. Terbanyak ada di Provinsi Sumatra Selatan," ujar Kepala BMKG Stasiun Pekanbaru, Sugarin, kemarin.
Ia mengatakan bahwa data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit pada Rabu pukul 07.00 WIB. Jumlah hotspot di Sumatra melonjak jika dibandingkan hasil pemantauan satelit pada Selasa petang (7/10) yang mendeteksi sebanyak 75 titik panas. antara ed: fitriyan zamzami
***
HOTSPOT MENINGKAT
Sumatra Selatan: 284 titik
Jambi: 26 titik
Riau: 24 titik
Bangka Belitung: 10 titik
Lampung: 9 titik
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika