Rabu 19 Nov 2014 12:00 WIB

Perbatasan Tuntut Perhatian Pusat

Red:

SAMARINDA -- Wakil Gubernur Kalimantan Timur HM Mukmin Faisyal HP meminta agar pembangunan perbatasan mendapat perhatian serius pemerintah daerah maupun pusat. Ia mengakui, kehidupan masyarakat di wilayahnya yang berbatasan dengan Malaysia memprihatinkan.

"Hal ini penting dilakukan agar ancaman disintegrasi bangsa atau ancaman eksodus masyarakat Indonesia ke negara tetangga tidak terjadi," katanya di Kantor Gubernur Kaltim, Samarinda, seperti dilaporkan Antara, Senin (17/11) malam. Ia mengatakan, warga Indonesia di perbatasan juga berhak mendapatkan perhatian yang sama, seperti dirasakan masyarakat Indonesia lainnya yang berada di perkotaan.

Ia menekankan, sangat sulit mengelak anggapan bahwa masyarakat perbatasan hidup sulit akibat keterbatasan infrastruktur dan sarana komunikasi. Mukmin mengatakan, kesulitan masyarakat perbatasan ia saksikan sendiri saat berkunjung ke sejumlah desa di perbatasan Kabupaten Mahakam Ulu, beberapa pekan lalu.

Selama ini, kata dia, masyarakat perbatasan merasakan perhatian yang sangat minim dari Pemerintah Indonesia. Sementara, untuk mempertahankan hidup, mereka tidak jarang bergantung dengan aktivitas ekonomi dengan masyarakat negara tetangga, Malaysia.

"Inilah sindiran yang mereka sampaikan saat saya dan rombongan berkunjung ke sana. 'Garuda di dadaku, Malaysia di perutku,'" kata dia. Ia mengatakan, pemerintah harus melihat langsung kondisi ini, memahami, dan lalu membuat program untuk mempercepat pembangunan di sana.

Sorotan atas kondisi di perbatasan mencuat selepas muncul kabar sejumlah penduduk desa berpindah kewarganegaraan menjadi warga negara Malaysia. Perpindahan itu disebut akibat sukarnya kehidupan di bagian wilayah perbatasan yang masuk wilayah Indonesia. Harga-harga bahan pokok serta fasilitas pendidikan dan kesehatan lebih baik di wilayah perbatasan di sisi Malaysia.

Di Jakarta, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sepakat melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di 50 dari 187 kecamatan di kawasan perbatasan. Percepatan meliputi pembangun 1.700 kilometer jalan nasional paralel, permukiman, pengairan, dan pengadaan listrik.

"Jadi, kami ke sini menindaklanjuti isu perbatasan yang semakin kuat," kata Mendagri Tjahjo Kumolo usai rapat koordinasi di kantor Kementerian PU dan Perumahan Rakyat, Selasa (18/11).

Sebanyak 50 kecamatan yang dijadikan prioritas sebagian besar merupakan kecamatan yang terletak di Kalimantan Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua. Pemerintah menargetkan pembangunan infrastruktur di 50 kecamatan itu selesai dalam satu tahun ke depan. "Karena (50 titik) itu paling parah," ujar Tjahjo.

Menteri PU dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan, untuk jangka pendek akan dilakukan percepatan pembangunan jalan nasional paralel sepanjang 1.700 kilometer. Jalan itu melintang dari Kalimantan Barat sampai Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur. Ditargetkan, pembangunan jalan ini tuntas paling lama lima tahun.

Setiap tahun, pemerintah menganggarkan Rp 7 triliun untuk pembangunan jalan tersebut. Selain itu, pemerintah juga akan mempercepat pembangunan tujuh pos perbatasan. Antara lain, di daerah Entikong (Kalimantan Barat), Aru (Maluku), Sekau (Papua), dan beberapa kecamatan di Kalimantan Utara. Pos perbatasan itu akan diselesaikan pembangunannya paling lambat pada 2015.

Pembangunan infrastruktur lainnya, Basuki mengatakan, adalah pembangunan perumahan di kawasan perbatasan. "Untuk 2015 ditargetkan selesai 1.000 unit. Pada 2016 sebanyak 2.500 unit, merata dari Aceh, Kalimantan, Papua, NTT," jelasnya.

Sedangkan, percepatan pembangunan pengairan, pengadaan listrik, puskesmas, dan sekolah dimasukkan dalam Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaa (PPIP).

Bagi-bagi Mykad

Selain perpindahan sukarela masyarakat Indonesia di Perbatasan ke Malaysia, isu pembagi-bagian Mykad (kartu identitas Malaysia) juga menyeruak. Dilaporkan bahwa sejumlah warga Indonesia berpindah kewarganegaraan karena ditawari mendapat kartu identitas.

Pengamat Hubungan Indonesia-Malaysia dari Universitas Indonesia I Dave Lumenta mengatakan, bagi-bagi Mykad di perbatasan Indonesia-Sabah tidak akan memengaruhi rasa nasionalisme WNI. Hal tersebut ia simpulkan berdasarkan penelitian dan pengalamannya mewawancarai warga perbatasan.

Menurut dia, menerima Mykad tidak bisa dijadikan sebagai ukuran kecintaan mereka terhadap tanah airnya. "Ini hanya soal kepentingan akses untuk mendapat makanan, pekerjaan, dan fasilitas kesehatan. Buktinya, banyak mereka yang ketika nonton pertandingan bulu tangkis masih mendukung tim Indonesia. Nasionalisme itu afiliasi kampung halaman, bukan KTP," tutur Dave ketika dihubungi Republika,  Selasa (18/11).

Menurutnya, wajar saja jika masyarakat perbatasan menginginkan dan menerima kartu identitas Malaysia. Dengan begitu, mereka akan mudah mengakses semua fasilitas publik secara cepat dan lebih murah. "Seperti di Sulawesi Selatan, orang akan memilih berobat ke daerah Malaysia yang dekat. Daripada, ke ibu kota provinsi yang jauh dengan harga yang mahal," kata dia.

Dave berpendapat bahwa femomena tersebut merupakan hukum alami migrasi. Setiap orang akan memilih untuk pindah ke tempat yang lebih baik bagi kehidupannya. Sedangkan, memilih kewarganegaraan adalah hak bagi setiap manusia dan dilindungi hukum.

Berpindahnya identitas negara seperti ini menjadi tanggung jawab pemerintah sepenuhnya. "Seharusnya, pemerintah sadar dan berkaca. Kasus ini terjadi karena pembangunan infrastruktur di perbatasan sangat kurang. Lapangan pekerjaan dan jaminan hidup di Indonesia masih buruk," kata Dave. Indonesia harus melakukan langkah konkret, bukan hanya soal menumbuhkan rasa nasionalisme.

Terkait KTP Malaysia, menurut dia, bukan hanya WNI yang menerimanya. Warga Filipina pun menerima kartu tersebut. Hal ini dilakukan pemerintah Malaysia untuk menjaga kesatuan negara melalui pemenangan pemilu.

Sebab, Sabah dengan Parti Bersatu Sabah (PBS) dan United Sabah National Organization (USNO) sudah mendesak untuk keluar dari Malaysia. "Ini hanya strategi politik partai berkuasa untuk memenangkan pemilu dan menyatukan negaranya," jelas Dave.

Masalah ini termasuk urusan dalam negeri Malaysia. Saat ini, yang bisa dilakukan Indonesia hanya mengelola perbatasan secara lebih baik. "Karena, untuk urusan dalam negeri mereka, Indonesia tidak berhak ikut campur," kata Dave. n c97 ed: fitriyan zamzami

***

PROYEK DI PERBATASAN

-    Kucuran dana Rp 7 triliun per tahun

-    Pembangunan tujuh pos perbatasan

-    1.700 kilometer jalan nasional paralel

-    1.000 unit rumah pada 2015

-    2.500 unit rumah pada 2016

Sumber: Kementerian PU dan Perumahan Rakyat

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement