BANDAR LAMPUNG -- Ratusan nelayan di wilayah Lampung resah tidak bisa melaut lagi karena belum ada surat izin kartu nelayan anak buah kapal (ABK) dan nakhoda. Hal ini merupakan dampak keluarnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015. Akibatnya, nelayan tidak bisa mendapatkan jatah bahan bakar minyak (BBM) dan bantuan lainnya.
Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Lampung, Marzuki, mengatakan pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung tidak proaktif mengurusi nelayan di wilayahnya yang terdampak peraturan menteri tersebut. Akibatnya, sejumlah nelayan kehilangan mata pencarian.
"Kami tidak bisa melaut karena tidak ada surat izin. Tapi, tidak ada pula kejelasan dari pemerintah terhadap nasib kami sebagai nelayan setelah keluar peraturan menteri tersebut," kata Marzuki, Selasa (12/1).
HNSI menilai, DKP Lampung tidak dapat menganyomi nelayan di Lampung, sehingga masalah ini berlarut-larut, tidak seperti daerah lain. Dalam pernyataan HNSI, DKP tidak memiliki data tentang nelayan di Lampung dan Kota Bandar Lampung, akibatnya mereka tidak bisa mengeluarkan surat izin kartu nelayan ABK dan nakhoda.
Tidak adanya kartu itu membuat nelayan tidak dapat membeli BBM di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN). Alasan pihak SPBN, stok BBM sudah kosong atau habis.
Ia mengatakan, banyak nelayan tidak memiliki kartu nelayan. Akibatnya, nelayan tidak bisa mendapat kucuran bantuan program KKP RI. Pada 2016 ini bantuan yang akan diberikan antara lain satu juta asuransi berupa BPJS gratis dan bantuan paket alat tangkap sejumlah 13.700 buah.
Permen KP Nomor 2 Tahun 2015 mengatur larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Aturan ini menyebabkan nelayan tidak bisa melaut. Sedangkan, izin tidak pernah keluar.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lampung Setiato mengakui, dinasnya tak memiliki database nelayan secara utuh. Hal ini merupakan dampak peraturan menteri tersebut. Pihaknya berpatokan pada data Badan Pusat Statistik (BPS), sehingga data di lapangan berbeda. Pihaknya akan berkoordinasi dengan pemerintah kota dan kabupaten untuk mendata nelayan.
"Nanti, kita akan koordinasi dengan kabupaten kota untuk memperbaiki database ini," kata Setiato.
Mengenai pendaftaran kartu nelayan untuk mendapatkan pencairan bantuan, pihak DKP mengatakan formulir dapat diambil di kabupaten/kota. n mursalin yasland ed: erdy nasrul