Kamis 09 Oct 2014 18:08 WIB
Tajuk

Menenangkan Pasar

Red:

Peristiwa politik di suatu negara selalu berimbas kepada kondisi ekonomi negara bersangkutan. Suhu politik yang tidak kondusif kerap memengaruhi dan menekan perekonomian. Pasar uang dan pasar modal biasanya yang sangat sensitif dengan kondisi politik suatu negeri.

Kondisi seperti itu saat ini tengah terjadi di negara kita. Dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Indeks harga saham gabungan (IHSG) di lantai bursa juga mengalami koreksi yang cukup tajam.

Kericuhan pemilihan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memberi sumbangan yang tak kecil dalam pelemahan rupiah dan merosotnya IHSG beberapa hari belakangan. Kemenangan kelompok Koalisi Merah Putih atas Koalisi Indonesia Hebat yang menyokong presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla juga membuat investor khawatir.

Pelaku pasar menilai, dikuasainya mayoritas parlemen oleh Koalisi Merah Putih akan membuat program pemerintah menjadi tidak berjalan mulus. Bahkan, suara sumbang yang ingin menurunkan Presiden Jokowi di tengah jalan mulai berembus.

Cermin dari memanasnya suhu politik setidaknya bisa dilihat pada penutupan pedagangan IHSG di lantai bursa kemarin, yang ditutup anjlok 52,582 poin ke level 4.980,259. Sedangkan, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah di posisi Rp 12.240 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan kemarin di Rp 12.185 per dolar AS.

Meski demikian, suhu politik di Tanah Air memang bukan satu-satunya penyebab anjloknya IHSG yang  terjadi sepanjang hari kemarin. Sebab, rata-rata bursa Asia menutup perdagangan di zona merah gara-gara kena tekanan sentimen anjloknya Wall Street sehari sebelumnya.

Sedangkan, terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, di samping disebabkan oleh kondisi politik di parlemen juga dipengaruhi faktor global karena adanya rencana kenaikan suku bunga AS (Fed Fund Rate) yang  diperkirakan akan naik lebih awal dari rencana sebelumnya. Bank Indonesia mencatat, hingga triwulan III 2014, nilai tukar rupiah terdepresiasi 0,12 persen (year-to-date/ytd). Sedangkan secara month-to-month (mtm), nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga 1,57 persen.

Kita sudah mempunyai pengalaman, kondisi politik yang karut-marut membuat ekonomi menjadi terpuruk. Pelaku pasar dan investor sangat sensitif dengan isu-isu pemerintah yang tidak stabil. Hengkangnya investor, investasi yang jalan di tempat, IHSG yang terus merosot, dan rupiah yang melemah terhadap dolar AS membuat kondisi ekonomi tidak bisa dikendalikan. Dalam kondisi seperti itu, akhirnya seluruh masyarakat yang akan menanggungnya.

Saat ini, terkoreksinya nilai tukar rupiah dan melemahnya IHSG belum terlalu dalam. Masih ada kesempatan untuk mengangkatnya kembali. Dan tugas tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama, bukan hanya menjadi tugas pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Jokow-JK, namun juga oleh Koalisi Merah Putih yang berkuasa di parlemen.

Kita percaya, jika memang penguasaan parlemen oleh Koalisi Merah Putih bukan didasarkan sakit hati akibat kalah dalam pilpres, maka sudah selayaknya mereka bahu-membahu menjaga perekonomian demi rakyat. Saatnya Koalisi Merah Putih menunjukkan kepada rakyat bahwa perjuangan mereka di parlemen benar-benar untuk masyarakat. Dan dalam tahap awal, mereka dapat melakukan itu dengan menenangkan pasar.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement