Jumat 22 Jan 2016 14:00 WIB

Sentra Ekonomi Baru

Red:

Megaproyek monumental telah ditorehkan. Presiden Joko Widodo meresmikan pembangunan proyek kereta cepat dengan rute Jakarta-Bandung di Walini, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (21/1). Proyek yang menelan biaya 5,5 miliar dolar AS atau setara Rp 73 triliun ini menempuh rute sejauh 142 kilometer.

Keberadaan kereta dengan kecepatan maksimal hingga 350 km per jam ini menjadikan Indonesia setara dengan negara-negara maju lainnya. Kereta cepat menjadi salah satu penanda kemajuan dari peradaban suatu negara. Lihat saja bagaimana Prancis, Inggris, Jerman, Cina, dan Jepang dengan kereta cepat yang mereka miliki.

Di satu sisi, kepemilikan kereta cepat bagi Indonesia bukan hanya adu gengsi. Lebih dari itu, kereta cepat ini menjadi penguraidari kemacetan jalur darat yang tak terelakkan lantaran membanjirnya produksi mobil dan motor. Kereta cepat Jakarta-Bandung ini juga akan memperpendek jarak tempuh dua kota tersebut, dari sekitar tiga jam bila menggunakan jalur tol menjadi hanya sekitar 45 menit dengan menunggang kereta cepat.

Waktu tempuh yang lebih singkat membuat aktivitas warga menjadi lebih efektif. Harapannya, tentu berdampak pada tingkat produktivitas dan efektivitas kerja. Dalam konteks ini, kereta cepat yang ditargetkan sudah bisa digunakan pada 2019 ini merupakan solusi.

Megaproyek ini sama sekali tak menggunakan dana APBN. Melainkan, 60 persen dananya merupakan kucuran pinjaman lunak dari China Development Bank. Sisanya, menggunakan dana dari swasta dalam negeri. Presiden Jokowi beralasan, dana APBN akan digunakan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur di luar Jawa agar tidak lagi Jawasentris.

Dengan adanya empat stasiun penghubung kereta cepat Jakarta-Bandung ini, kita berharap akan muncul sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru. Tidak saja dari proyek pembangunannya yang membutuhkan ribuan pekerja, tapi dampak ikutan dari proyek tersebut dan juga keberadaan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Sebab, sentra ekonomi baru itu pasti membutuhkan sarana dan prasarana, seperti tempat hunian, fasilitas pendidikan, pusat perbelanjaan, sarana hiburan, olahraga, dan lainnya.

Tanpa adanya proyek kereta cepat ini, tak mungkin ada kota baru di Karawang atau Walini, pertumbuhan baru di Tegalluar. Apalagi, nantinya di setiap stasiun dibangun transit oriented development (TOD) sebagai penyokong sentra ekonomi baru.

Di Walini, misalnya, akan dibangun kota baru Walini dan di Tegalluar akan dibangun kawasan industri kreatif berbasis TI. Kota baru ini akan menjadi model dari kota masa depan yang mengedepankan prinsip kawasan layak huni dan ramah lingkungan.

Memang semua rencana ini menjadi pertaruhan bagi pemerintah. Sebab, bukan tanpa efek samping dari megaproyek tersebut. Keberadaan kereta cepat dengan tarif Rp 200 ribu per penumpang itu bisa saja menggeser transportasi publik yang sudah ada sebelumnya, yakni angkutan bus, travel, kereta, maupun pesawat. Bagaimana nasib perusahaan bus dan travel jika kereta cepat ini terealisasi?

Hal lain adalah keluhan dari aktivis lingkungan. Para penggiat lingkungan memprotes pembangunan kereta cepat ini lantaran dianggap tak memperhitungkan aspek tata ruang dan wilayah serta analisis dampak lingkungan (amdal). Proses pembangunannya terkesan terburu-buru tanpa perhitungan amdal yang memadai.

Jika ini yang terjadi, dampak positif yang ditargetkan dari megaproyek itu bakal tercederai. Saat jalur kereta cepat terbangun, bakal muncul dampak lingkungan dan sosial di wilayah kanan kirinya. Baik itu terhadap infrastruktur sekitar, aspek transportasi, maupun tata ruang lainnya.

Lahan pertanian dan perkebunan rakyat yang disulap mesti ada gantinya. Bukan ganti dalam bentuk uang saja, melainkan juga penggantian lahan yang selama ini berfungsi sebagai cagar alam. Jangan sampai, pembangunan jalur kereta cepat ini malah menggerus lingkungan.

Mengantisipasi hal ini, pemerintah mesti cepat bergerak. Rencana tata ruang dan wilayah yang sudah dibuat perlu direvisi disesuaikan dengan proyek kereta cepat tersebut.

Karenanya, butuh koordinasi yang baik dengan pemerintah daerah yang wilayahnya dilewati jalur kereta cepat. Harus dipastikan warga terdampak memperoleh ganti untung berupa peningkatan kesejahteraan. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement