Senin 14 Jul 2014 12:00 WIB

Memutus Dolarisasi, Menyemarakkan Rupiahisasi

Red:

Rupiah wajib digunakan sebagai alat pembayaran di mana pun di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tak terkecuali di daerah perbatasan dan pulau-pulau terpencil.

Luput memperjuangkan rupiah di satu pulau, pulau tersebutlah taruhannya. Kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan contohnya. Kedua pulau milik Indonesia itu dicaplok Malaysia karena salah satu alasannya adalah mata uang ringgit yang dipakai di sana.

Sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan rupiah, Bank Indonesia (BI) berupaya untuk memenuhi kebutuhan uang tunai seluruh masyarakat Indonesia. Kebutuhan masyarakat termasuk nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar. BI juga satu-satunya lembaga yang dapat mencabut, menarik, dan memusnahkan uang yang tak layak edar.

Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia Lambok Antonius Siahaan mengatakan, BI memiliki tiga misi tentang rupiah, yakni mengimplementasikan Undang-Undang (UU) Mata Uang yang mengisyaratkan wajib transaksi menggunakan rupiah, baik tunai maupun nontunai. "Kedua, kita mengingatkan ciri-ciri keaslian rupiah pada masyarakat, seperti adanya benang pengaman," ujar Lambok.

Lalu yang ketiga, mengajak masyarakat menggunakan rupiah dengan baik. Untuk memastikan ketersediaan rupiah di daerah-daerah, BI mendistribusikan rupiah di seluruh wilayah melalui kantor BI. Distribusi dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut, dan udara. Pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas keliling.

Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan, setiap transaksi keuangan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah. "Setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah dalam rangka pelaksanaan pembayaran dan pelaksanaan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah," kata Menkeu.

Menurut Chatib, hanya transaksi tertentu yang boleh menggunakan dolar AS atau mata uang asing, seperti transaksi yang mengharuskan menggunakan valuta asing.

Menkeu mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia agar menjaga mata uang rupiah. Dia berpesan agar rupiah digunakan sebagai alat pembayaran sebagaimana mestinya. "Tidak dibenarkan rupiah yang kita cintai ini dirusak, dipotong-potong, dihancurkan, diubah, dan dipalsukan," katanya.

Chatib prihatin karena ternyata masih ada beberapa daerah yang menggunakan mata uang asing dalam kegiatan ekonomi. Namun, ia memaklumi karena distribusi mata uang rupiah memang belum merata.

Menko Perekonomian Chairul Tanjung meminta transaksi keuangan di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok menggunakan mata uang rupiah sesuai penerapan UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Selama ini masih banyak transaksi keuangan di kawasan pelabuhan yang menggunakan mata uang dolar AS.

Sama dengan otoritas fiskal, Bank Indonesia juga mendorong peningkatan penggunaan rupiah dalam setiap bentuk pembayaran. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan akan segera menanggulangi masalah distribusi rupiah.

Para pelaku usaha dan masyarakat Indonesia diminta menggunakan mata uang rupiah untuk setiap transaksi di wilayah NKRI dan harus sudah disiapkan dari sekarang guna menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang diberlakukan pada 2015.

"Bank Indonesia meminta pelaku usaha dan masyarakat menggunakan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah NKRI. Jika tidak disiapkan dari sekarang, dikhawatirkan Indonesia akan terlibas negara-negara lain," kata Deputi Gubernur BI Ronald Waas.

Ronald mengatakan, Indonesia merupakan pasar yang sangat besar bahkan hampir separuhnya dari total populasi pasar MEA yang mencapai 500 juta orang. Karena itu, sudah seharusnya semua pihak mendorong dan menguatkan penggunaan rupiah dalam setiap transaksi agar mata uang rupiah ini bisa dipercaya negara lain. "Karena kalau bukan kita (yang menguatkan rupiah), siapa lagi?" ujarnya.

Ronald menambahkan, permintaan yang tinggi terhadap mata uang asing (valas) akan mengakibatkan depresiasi rupiah dan meningkatkan inflasi serta menurunkan daya saing produk-produk Indonesia.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Natsir Mansyur mengatakan perlunya kampanye besar-besaran penggunaan rupiah atau rupiahisasi dalam semua transaksi. Cina dan Cile saja telah menggunakan mata uang dalam negerinya untuk setiap transaksi domestik.

Peneliti ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yose Rizal, menilai kebijakan penggalakan penggunaan mata uang rupiah di Indonesia untuk mengatasi meningkatnya penggunaan dolar atau dolarisasi di setiap transaksi domestik.

Dolarisasi bila tidak segera diatasi akan mengganggu kebijakan moneter. Tingginya dolarisasi juga merugikan dari sisi konsumen karena mereka tidak bisa memprediksi harga secara baik.

Penggunaan rupiah berdampak positif bagi pengusaha karena uang yang dibayarkan nilainya tetap. "Misalnya nilai tukar satu dolar AS terhadap rupiah pada pekan ini Rp 12.000, lalu bisa berubah pada pekan depan menjadi Rp 12.500 per dolar AS. Itu disebabkan belum digunakannya mata uang rupiah dalam setiap transaksi pembayaran," katanya.

Transaksi pembayaraan menggunakan dolar AS jumlahnya tidak besar dibandingkan transaksi seperti pembayaran utang, pembayaran bunga pinjaman luar negeri dari perusahaan yang terkait capital outflow sehingga menyebabkan permintaan dolar AS meningkat. "Penukaran rupiah terhadap dolar lebih banyak disebabkan pembayaran utang bersama bunganya, capital outflow, investor asing yang banyak membeli saham di Indonesia," katanya.

Yose tetap mendukung penggunaan mata uang rupiah di berbagai sektor, tidak hanya di pelabuhan, seperti saat ini masih digunakannya dolar AS dalam penjualan tiket perjalanan internasional, pembayaran tarif hotel bintang lima. rep:satya festiani/antara ed: nur hasan murtiaji

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement