Ahad 21 Feb 2016 15:30 WIB

Kehilangan, Ditinggal Sahabat Nikah

Red: operator

Sahabat berbagi, berkegiatan bersama, kini memiliki prioritas baru, keluarga kecilnya.

 

Rasa bahagia menyelimuti Nurul Akmalia ketika sahabat baiknya memutuskan untuk menuju pelaminan. Dengan sepenuh hati, Nurul pun mendoakan kebahagiaan sahabatnya dan juga pria yang telah dipilih untuk menjadi teman hidup. Namun, di tengah kebahagiaan tersebut, ada terbesit sedikit rasa kehilangan yang wanita berusia 25 tahun ini rasakan ketika sahabatnya menikah.

Sahabat yang selama 10 tahun terakhir ini menjadi teman untuk berbagi cerita dan melakukan banyak hal kini sudah mulai membina rumah tangganya sendiri.

Tentu, mengurus rumah tangga menjadi prioritas baru bagi sahabat Nurul, sehingga waktu yang dulu sering mereka habiskan bersama kini berkurang.

"Dulu, kami biasanya pergi belanja bareng, nyobainmakanan di aneka tempat, atau cuma kumpul di kosan atau di rumah untuk ngobrol-ngobrol, cerita-cerita,"

ungkap wanita yang berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah menengah pertama di Jakarta ini kepada Republika.

Meski tak sesering dulu, Nurul mengaku, ia dan beberapa sahabatnya yang sudah menikah masih menjalin komunikasi.

Terkadang, ia dan sahabatnya pun bertemu dan kembali berbagi cerita meski tidak lagi sepanjang lebar dahulu karena keterbatasan waktu.

Namun, Nurul mengatakan, ada banyak hikmah yang bisa ia dapatkan dengan tetap menjalin persahabatan dengan sahabatnya yang telah menikah.

Salah satunya, ia belajar banyak hal baru mengenai cara membina hubungan rumah tangga, hingga mengurus keluarga.

Di sisi lain, `ditinggalkan' sahabat berbagi dan bersenang-senang karena menikah juga mengajarkan satu pelajaran hidup bagi Nurul. Wanita berhijab ini belajar mengenai kemandirian dan tidak bergantung pada orang lain ketika ingin melakukan sesuatu.

"Saya jadi sadar, kita nggakperlu tergantung sama siapa pun untuk melakukan apa pun. Karena orang itu akan silih berganti datang di dalam kehidupan kita," ungkap Nurul.

Emosi yang dalam Psikolog klinis Untung Subroto Dharmawan menyatakan, rasa kehilangan seperti yang dirasakan Nurul ketika sahabat dekatnya menikah bisa saja terjadi. Rasa kehilangan ini, lanjut dia, tak hanya dirasakan oleh sahabat yang belum menikah, tetapi juga bisa dirasakan sahabat yang menikah.

Rasa kehilangan ini bisa hadir karena dilatarbelakangi oleh kesadaran bahwa akan terjadinya perubahan perilaku atau kebiasaan yang sebelumnya dilakukan bersama oleh sepasang sahabat ini. Ketika belum menikah, kedua sahabat memiliki banyak waktu untuk bertemu, berbincang, hingga berkeluh kesah. Akan tetapi, setelah salah satu dari kedua sahabat itu menikah maka waktu tersebut akan berkurang karena sahabat yang telah menikah harus memberikan prioritasnya bagi pasangan dan juga anak mereka.

"Perubahan inilah yang kemudian akan berdampak pada perasaan kehilangan," ungkap Untung.

Namun, Untung melihat, hal yang sama mungkin tidak terjadi pada persahabatan antarpria. Untung melihat persahabatan antarpria biasanya tidak melibatkan perasaan emosi yang lebih dalam dibandingkan dengan persahabatan antar - perempuan. Persahabatan antarpria, lanjut Untung, lebih `terikat' pada adanya kesamaan hobi dan kesenangan yang sama.

Mencari sesuatu yang sama Untung melihat, ada kecenderungan sahabat yang belum menikah akan menjalin persahabatan dengan teman lain yang juga belum menikah. Hal tersebut biasanya terjadi karena si sahabat yang belum menikah ini ingin membangun persahabatan yang lebih intens dan juga ketersediaan waktu.

"Biasanya, individu memang memiliki kecenderungan untuk mencari sesuatu yang sama dengan dirinya (misal, sama- sama belum menikah)," tambah Untung.

Meski ada kecenderungan seperti itu, Untung mengatakan, bukan berarti persahabatan antara si sahabat yang lajang dan yang sudah menikah menjadi tak penting lagi. Jalinan persahabatan yang baik, menurut dia, biasanya tidak akan berubah meski waktu dan prioritas yang ada tak lagi sama. Jika kedua sahabat dapat saling mengerti kondisi masing-masing, jalinan persahabatan masih akan tetap berjalan seperti halnya persahabatan yang terjalin antara Nurul dan beberapa sahabatnya yang sudah menikah.

"Sahabat yang belum menikah harus belajar untuk mengambil keputusan sendiri atau independen dan tidak bergantung pada sahabatnya," kata Untung.

Menurut psikolog klinis A Kasandra Putranto, rasa kehilangan yang mungkin dirasakan seseorang ketika sahabatnya menikah dipengaruhi oleh karakter dari orang yang bersangkutan. Jika karakter orang tersebut cenderung easy goingdan banyak teman, kemungkinan adanya rasa kehilangan ketika salah satu temannya menikah akan kecil terjadi.

Sebaliknya, seseorang dengan karakter yang cenderung tidak mudah move ondan posesif akan merasa `ditinggalkan' dan kehilangan ketika sahabat baiknya menikah. Kasandra mengatakan, setidaknya ada dua faktor yang dapat membentuk karakter yang posesif ini, yaitu karena bawaan atau melalui proses belajar.

Karakter bawaan, lanjut Kasandra, ialah ketika sejak kecil seseorang telah memiliki sifat tersebut. Sedangkan, karakter posesif yang terbentuk karena proses belajar dapat disebabkan oleh beragam hal. Salah satunya, Kasandra mengatakan, anak yang melihat orang tuanya berlaku posesif satu sama lain atau anak yang diperlakukan secara posesif oleh orang tuanya akan cenderung memperlakukan orang lain secara posesif pula.

"Karena, ia belajar seperti itu caranya memperlakukan orang. Sehingga, menurut dia, itu (posesif) merupakan cara yang baik, cara yang benar," jelas Kasandra.  Oleh Adysha C Ramadani, ed: Nina Chairani

 

 

Harus Bisa Move On Dong...

Pada intinya, kunci dari hadirnya rasa kehilangan ketika sahabat menikah, menurut psikolog A Kasandra Putranto, ialah sifat yang dependen.

Karakter psikologis seperti itu bisa terjadi pada perempuan atau laki- laki. Sifat dependen ini, lanjut dia, akan membuat seseorang bergantung dengan orang lain dan merasa tak nyaman jika orang lain itu tidak ada atau pergi karena menikah, misalnya.

Saat `ditinggalkan' sahabat menikah, Kasandra mengatakan, sahabat yang belum menikah harus bisa mengerti dan memahami bahwa kehidupan itu selalu berubah dan berjalan. Perbedaan setelah sahabat menikah pasti akan terjadi karena prioritas sahabat juga akan mengalami perubahan.

"Pasti prioritasnya berubah.

Kalau dulu prioritasnya jalan-jalan, sekarang bukan. Dorongan alam," tambah Kasandra.

Akan menjadi hal yang cukup `berbahaya' ketika sahabat yang telah menikah justru tidak mengubah prioritasnya. Ketika sahabat yang sudah menikah tetap memiliki prioritas yang besar dan mencurahan waktu yang banyak untuk teman-temannya maka kehidupan pernikahannya dapat terganggu.

Namun, hal tersebut juga akan bergantung pada sikap dari pasangan si sahabat yang telah menikah. Alasannya, ada pasangan yang memberi kebebasan dan sebaliknya, ada pasangan yang menghendaki si sahabat untuk memberi prioritas lebih bagi keluarga kecil mereka.

"Ketika sudah menikah, tapi tidak berkurang prioritas waktunya sama sekali dengan teman-teman, pernikahan akan berantakan. Itu artinya, dia (sahabat yang telah menikah) orang yang nggakbisa move on," kata Kasandra. 

 

Jalinan persahabatan yang baik biasanya tidak akan berubah meski waktu dan prioritas yang ada tak lagi sama.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement