JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai tak perlu meminta tafsir Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat sebaran suara di provinsi untuk pemenangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, aturan tersebut tak boleh diabaikan kendati hanya dua pasangan yang bersaing.
“Ketentuan konstitusional (itu) tetap berlaku,” ujar Refly kepada Republika saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Senin (9/6). Ia menjelaskan, syarat menang 50 persen suara nasional plus satu dan sebaran suara sebesar 20 persen di setidaknya setengah provinsi diperlukan karena luasnya wilayah Indonesia memiliki wilayah yang luas.
Ia menegaskan, legitimasi kemenangan pilpres tidak boleh hanya berdasarkan suara, akan tetapi, berdasarkan perolehan suara. Pengabaian suara mengesankan bahwa pemenangan pemilu hanya berdasarkan perolehan suara di Pulau Jawa saja.
Aturan sebaran suara di provinsi tersebut tercantum dalam Pasal 6A UUD 1945 dan Pasal 159 ayat 1, UU No 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya menilai, syarat sebaran suara di provinsi boleh diabaikan jika hanya dua pasangan calon yang bertarung.
Menurut Refly, logika tersebut tak tepat karena dalam aturan tersebut tidak disebutkan berapa banyak jumlah calon pasangan presiden dan wakil presiden. Menurutnya, secara riil di lapangan dengan dua pasang calon syarat 20 persen di setengah total provinsi pasti dicapai pasangan pemenang. Kemungkinan terjadinya pilpres putaran ke dua tetap sangat kecil dengan hanya dua pasang capres-cawapres.
Sementara, pengamat hukum Universitas Parahyangan Asep Yusuf Warlan menilai, syarat kemenangan capres dengan sebaran suara provinsi tidak bermanfaat. Tapi, menurutnya, aturan tersebut sudah terlanjur dituangkan dalam UUD 1945. Pengabaian syarat tersebut bisa mengundang gugatan dari pihak yang kalah kelak.
Sejauh ini, KPU belum memastikan pengabaian sebaran suara provinsi sebagai syarat kemenangan capres. "Selain melihat paslon (pasangan calon) mana yang dapat suara 50 persen plus satu, kita juga harus cek penyebarannya. Kalau penyebarannya itu tidak terpenuhi, misalnya, dia dapat 56 persen, tapi ternyata dia hanya dapet suara lebih dari 20 persen itu di 15 provinsi, lalu apakah itu kemudian masuk ke putaran kedua? Kami belum tahu," kata Hadar, kemarin.
KPU menjadwalkan, akan melakukan konsultasi dan diskusi bersama tim ahli perumus konstitusi pada Rabu (11/6) ini. Hasilnya akan dikonsultasikan kepada MK untuk penafsiran aturan konstitusi tentang penentuan presiden dan wakil presiden terpilih tersebut. Jika disepakati, pengabaian suara rencananya diterapkan KPU melalui penerbitan peraturan KPU. rep:c30/c75/ira sasmita ed: fitriyan zamzami