YOGYAKARTA — Wakil Ketua Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, menyatakan bahwa lembaganya akan memperketat pengawasan terhadap transaksi keuangan tim pemenangan capres-cawapres peserta Pemilu Presiden (Pilpres) 2014.
"Melihat tingginya potensi pada Pilpres 2004-2009, menjelang pilpres ini pengawasan akan kami perkuat," kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso dalam Rapat Koordinasi pemangku kepentingan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2014 di Yogyakarta, Sabtu (21/6) malam.
Ia mengatakan, untuk pilpres tahun ini, PPATK menambahkan sistem informasi terpadu untuk memantau transaksi transfer dana dari dan ke luar negeri tim pemenangan capres-cawapres. "Karena tentunya untuk pilpres, transaksi sumbangan atau keuangan lainnya bisa saja berasal dari luar negeri," katanya.
Menurut Agus, penguatan pengawasan itu didasarkan hasil kajian PPATK pada pelaksanaan Pilpres 2004 dan 2009 serta Pemilukada 2005 yang menunjukkan peningkatan transaksi keuangan mencurigakan hingga 125 persen. Transaksi mencurigakan tersebut, menurut Agus, diindikasikan dari transaksi yang tergolong di luar kewajaran.
"Jadi, dua tahun sebelum pelaksanaan hari H (pilpres) kami temukan adanya transaksi mencurigakan 125 persen," ujarnya. Selain itu, menurut Agus, setiap calon eksekutif atau legislatif yang telah terbukti melakukan penyimpangan keuangan negara, sesuai kajian PPATK kemungkinan besar akan melakukan praktik korupsi dalam pemerintahannya. "Bagi siapa pun yang pernah melakukan penyelewengan keuangan negara maka kami akan secara mudah mendeteksi, tinggal tunggu waktu saja," ujarnya.
Direktur Pemeriksaan dan Riset PPATK Ivan Yustiavandana memperkirakan terjadinya kenaikan transaksi keuangan pada Pilpres 2014. Menurutnya, pada pileg dan pilpres tahun 2004 dan 2009, laporan kenaikan transaksi keuangan terjadi di titik (tahun) tersebut.
"Kenaikan (transaksi keuangan) tertinggi dalam sejarah pelaporan itu (terjadi) 2004 dan 2009. Pergerakan yang sampai 200 persen," kata Ivan kepada Republika seusai acara "Workshop Penanganan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang" di gedung PPATK, Jakarta Pusat, Jumat (20/6).
Ia menuturkan bahwa kenaikan itu menunjukkan kolerasi antara aktivitas politik dan pergerakan uang. Jika aktivitas politik terlalu membutuhkan uang tunai, pihaknya mencurigai mengarah kepada adanya pembelian suara. "Tapi, PPATK tidak menunjuk ke sana, hanya mengindikasikan," ujarnya.
Menurut Ivan, jika politisi menggunakan uang tunai maka probabilitasnya, ia (politisi) bisa membeli kaos, mobilisasi termasuk uang untuk membayar suara. Sejauh ini, PPATK masih melakukan riset terkait kenaikan transaksi keuangan pada Pileg dan Pilpres 2014.rep:antara/c75 ed: fitriyan zamzami