Suparmi (70 tahun) kedatangan tamu tak biasa, Rabu (9/7) kemarin. Ruangan tempatnya diinapkan yang biasanya jarang dikunjungi mendadak ramai.
Ada sejumlah orang dengan kemeja putih, beberapa dengan seragam kepolisian, lainnya dengan kamera menerobos masuk ke kamarnya. Suparmi tak menyembunyikan keterkejutannya atas kunjungan tersebut.
Terlebih ketika salah satu dari rombongan tersebut menyodorkan selembar kertas dengan gambar empat pria di atasnya. Anggota rombongan itu kemudian membimbing Suparmi beranjak dari tempat tidurnya ke bilik bergerak yang mereka bawa, dan mengisyaratkan Suparmi untuk mencoblos salah satu dari empat wajah di selembar kertas.
Setelah menentukan pilihannya di bilik, Suparmi meninggalkan kertas yang ia terima, dia tidak mau mengambil apa lagi melipat kertas suara untuk dimasukan ke dalam kotak suara. "Takut-takut ambil aja sendiri," kata Suparmi.
Suparmi lekas-lekas meninggalkan bilik suara portabel selepas mencoblos. Saat ditanyai siapa yang ia pilih, Suparmi menjawab ringan "saya memilih Pak Endang," katanya. Dokter Endang adalah salah satu dokter pendamping Suparmi.
Suparmi adalah salah satu penghuni Rumah Sakit Jiwa Marzoeki Mahdi, Kota Bogor, Jawa Barat. Dari 62 pasien yang dinilai layak memilih, Suratmi masuk golongan 38 orang yang berhasil diambil suaranya.
Pemilih di RSJ Marzoeki Mahdi sebanyak 231 yang terdaftar. Pemungutan suara di RSJ itu dilakukan oleh TPS I Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat.
Awalnya pemungutan suara dilakukan di aula Serbaguna RSJ di mana sebanyak 32 pasien telah memilih. Setelah mengambil suara dari 32 pasien tim Kelompok Panitia Pemungutan Suara KPPS di TPS I langsung mendatangi bangsal atau ruangan pasien. "Pasien yang kita datangi langsung ke bangsal adalah pasien yang sensitif, seperti pasien yang sudah sepuh," kata anggota KPU Kota Bogor Divis Teknis Syamdudin.
Dalam Ruang Saraswati, bangsal tempat Suparmi tinggal, bertempat juga dua pasien lainnya.
Salah satunya, Johan (71) tak sanggup memilih. Setelah berada di bilik suara dia terlihat kebingungan membuka surat suara. Ujung-ujungnya, Johan menggelengkan kepala saat tim KPPS bertanya mau memilih atau tidak.
Berbeda dengan Suparmi dan Johan yang tampak kebingungan saat memilih, Salam (70) terlihat tak canggung. Dia langsung menuju bilik suara dan beberapa menit kemudian langsung melipat dan memasukkan kertas suaranya ke dalam kotak. Setelah melumuri kelingkingnya ke tinta, Salam langsung memamerkannya ke kamera wartawan. "Hore saya sudah memilih," kata Salam, yang disambut sorak para suster pendamping.
Di ruang Dwiamba pasien bernama Liong Sipin (70), langsung balik badan setelah disodorkan kartu pemilih. "Apa ini?" tanya Sipin. "Nggak, nggak mau! Buang sana buang! Lagian saya nggak ngerti!" Ia langsung membantingkan badannya ke tempat tidur.
Kendati demikian, teman satu ruagan Liong Sipin, Ipin (30) yang berniat melaksanakan hajat demokratisnya justru tak diizinkan. Yang bersangkut tak terdata di TPS setempat. "Ah saya mau milih dua jari, gak boleh. Hampura-hampuranya (maaf-maaf ya)," kata dia.rep:c62 ed: fitriyan zamzami