Kamis 21 Aug 2014 17:30 WIB

Dialog Aceh-Pusat Mandek

Red:

JAKARTA -- Perundingan antara Pemrov Aceh dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terhadap sejumlah isu krusial dalam sejumlah rancangan peraturan pemerintah (RPP) tentang kekhususan Aceh menemui jalan buntu. Gubernur Aceh mendesak untuk bertemua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) guna menyelesaikan masalah tersebut.

Pertemuan terakhir antara Gubernur Aceh Zaini Abdullah dengan Mendagri Gamawan Fauzi terkait poin-poin RPP yang diperdebatkan berlangsung April lalu. Kendati tak menghasilkan titik temu, pertemuan susulan terus dilakukan bawahan kedua pihak.

Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Djohermansyah Djohan mengatakan, pertemuan-pertemuan itu tak kunjung menghasilkan titik temu. "Kalau pembahasan dengan pemerintah, tidak ada hasilnya. Gubernur Aceh minta jalan keluarnya untuk langsung bertemu dengan Presiden SBY," kata Djohermansyah dalam Rakornas PMD Kemendagri di Hotel Sahid, Rabu (20/8).

Menurut Djohermansyah, ada sejumlah isu yang tak kunjung disepakati kedua pihak. Salah satunya poin dalam RPP pengelolan minyak dan gas di Aceh.

Dalam salah satu poin di RPP tersebut, Pemprov Aceh menginginkan kewenangan penuh pengelolaan laut merentang hingga jarak 200 mil dari garis pantai. Sementara Pemerintah Pusat memberikan opsi, agar batas laut Aceh tetap 0-12 mil, sedangkan lebih dari itu, akan mengikutsertakan Aceh dalam pengelolaannya, termaksud pembagian keuntungan eksplorasi migas.

"Begitu juga soal pertanahan. Sudah disepakati, Aceh mendapat jatah 11 urusan pertanahan. Mereka tetap minta 21 urusan, padahal 10 yang pemerintah pusat kelola ada upaya memberi penugasan pembantuan ke Aceh," ujar dia. RPP adalah turunan UU Pemerintahan Aceh (UUPA) dan merupakan regulasi-regulasi yang dirancang sebagai pelaksanaan kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, pada Agustus 2005.

Djohermansyah menambahkan, ketaksepakatan antara Pemerintah Pusat dan Aceh sudah berlarut sejak 2010. Ketika itu, Presiden SBY ingin menandatangani draf usulan RPP yang sudah disepakati, namun gubernur Aceh yang terpilih ketika itu memberikan rekomendasi baru sehingga empat tahun terakhir ini pembahasannya kembali mandek. "Sebenarnya, pembahasan Aceh ini kan dengan pemerintahan SBY, jadi memang harus diselesaikan di periode beliau, bukan pemerintahan baru nanti," ujar dia.

Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan, mandeknya pembahasan lebih disebabkan oleh tak ada iktikad yang baik dari Kemendagri. Menurutnya, secara pribadi Presiden SBY memiliki pemehaman dan perhatian untuk Aceh. Namun, jajaran Kemendagri tak memiliki niat serupa sehingga tidak ada sinkronisasi antara Presiden dengan menteri-menterinya.

Ia pesimistis, RPP bisa diselesaikan sebelum berakhirnya masa jabatan SBY. "Saya rasa susah dengan waktu yang hanya dua bulan lagi sampai masa pemerintahannya berakhir, Oktober. Tapi kita berharap yang terbaik," kata Zaini.

Pekan lalu di Banda Aceh, Zaini Abdullah juga secara terbuka menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah pusat. "Hampir dua tahun ini saya mondar-mandir Banda Aceh-Jakarta untuk memperjuangkan turunan UUPA. Kadang-kadang saya seperti pengemis untuk minta Jakarta agar UUPA bisa direalisasikan secara maksimal," kata Zaini Abdullah.

Menurut Zaini, sudah delapan tahun UUPA diberlakukan, namun undang-undang kekhususan Aceh ini belumlah sempurna karena masih ada turunannya yang belum diterbitkan pemerintah pusat. Ia mengatakan, Pemerintah Aceh tidak bisa membangun secara maksimal, apabila aturan hukumnya belum tersedia.

Zaini memandang, pemerintah pusat masih menyikapi RPP yang diajukan pemprov penuh dengan kecurigaan. Meski begitu, Zaini menegaskan, perdamaian di Aceh tak bisa dikompromikan lagi. "Saya sudah tegaskan bahwa Aceh adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan itu sudah harga mati."

Dalam UUPA pasal 271 disebutkan, RPP dan Perpres wajib dituntaskan paling lambat dua tahun setelah UUPA diundangkan. Karena UUPA diundangkan pada 1 Agustus 2006, maka seharusnya semua regulasi itu bisa tuntas sebelum 1 Agustus 2008. Namun, sampai memasuki tahun ke-8, turunan UPPA yang dijanjikan pemerintah lebih banyak tidak tuntas. Dari 13 regulasi, hanya 5 yang sudah beres. n antara red: andi mohhamad ikhbal ed: fitriyan zamzami

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement