JAKARTA — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mempertimbangkan usulan menjual pesawat kepresidenan. PDIP akan mengkaji keuntungan jika pesawat yang dibeli Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu dijual.
"Masukannya bagus, nanti kita hitung," kata anggota Fraksi PDIP Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arif Budimanta, Rabu (3/9).
Namun demikian, menurut Arif, opsi penjualan pesawat tersebut harus melalui tiga hal. Pertama, kata dia, harus menghitung benefit cost ratio dari penjualan pesawat itu. Kedua, lanjut dia, harus melakukan proses kalkulasi yang cermat pada kemudian hari. "Apakah itu, menurutnya, memberikan manfaat signifikan bagi sebuah proses penghematan anggaran dibandingkan dengan memakai pesawat komersial tersebut," tutur anggota Komisi XI DPR ini kepada Republika.
Terakhir, lanjut dia, sebagai sebuah pemikiran tentu harus menghitung cermat. Jika berbicara masalah penghematan, kata dia, harus menghitung seluruh anggaran yang terkait belanja negara. "Sehingga, keputusan itu bisa dirasakan manfaatnya terhadap penghematan anggaran," ujarnya.
Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua mengatakan, usulan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP Maruarar Sirait yang meminta presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) menjual pesawat kepresidenan untuk menekan defisit anggaran tidak masuk akal. Menurutnya, usulan tersebut akan menjadi kebiasaan yang tidak bagus jika solusi yang disampaikan harus menjual aset negara. "Pesawat kepresidenan itu aset negara, jangan coba sekali-kali menjual aset negara," ujar Max Sopacua.
Ia menjelaskan, selain sebagai aset negara, pesawat kepresidenan juga menjadi kebanggaan Indonesia. Pembelian pesawat kepresidenan beberapa waktu lalu bukan untuk menghabiskan uang negara, namun dilakukan dengan perhitungan yang detail dan valid. "Demokrat sama sekali tidak setuju, pesawat itu sangat penting bukan buat SBY, melainkan buat presiden RI. Belum berkuasa saja indikasi menjual," katanya.
Menurut Max, jika kebiasaan ini diteruskan, tahun-tahun berikutnya akan ada lagi aset negara yang akan dijual untuk menekan defisit anggaran. Hal ini akan menjadi gambaran yang tidak baik bagi masyarakat.
Sekretaris Jenderal Persatuan Indonesia (Perindo) Ahmad Rofiq mengatakan, usulan menjual pesawat kepresidenan sebagai hal yang terlalu mengada-ada dan tidak masuk akal. "Hari ini pesawat dijual, besok istana jangan-jangan akan dijual," ujar mantan sekjen DPP Partai Nasdem itu.
Ia menuturkan, pemerintahan sebelumnya membeli pesawat tentu berdasarkan analogi. Jika merugikan, pemerintah SBY tidak akan membelinya. Sering kali, menurutnya, beberapa orang salah persepsi dengan mengatakan pesawat presiden itu untuk bermewah-mewah.
Pengamat politik dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, Jokowi tidak perlu menjual pesawat kepresidenan untuk menyelesaikan persoalan subsidi bahan bakar minyak (BBM). "Tidak perlu pesawat kepresidenan dijual yang harganya cuma Rp 1 triliun," kata Ray. Pesawat kepresidenan Boeing Business Jet 2 737-800 sebelumnya dibeli SBY dengan harga 89,6 juta dolar AS atau sekitar Rp 847 miliar.
Menurutnya, masih banyak langkah lain yang harus dilakukan untuk menyelesaikan persoalan subsidi BBM ketimbang menjual pesawat kepresidenan. Kalau mau mengefisienkan anggaran subsidi BBM, caranya dengan memberantas mafia dan para koruptor. Jika pemberantasan mafia dilakukan pada dua sektor, yakni kelautan dan minyak bumi, menurutnya, sudah bisa menyelamatkan Rp 150 triliun. rep:c73/c83/c87 ed: muhammad fakhruddin