JAKARTA — Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin menyatakan, indeks demokrasi Indonesia mencapai angka 72,82 persen pada 2015. Jika dibandingkan 2014 sebesar 73,04 persen, angka tersebut masih dalam kategori sedang.
Metodologi penghitungan ini menggunakan sumber data review surat kabar lokal, dokumen perda dan pergub, wawancara mendalam, dan focus group discusion.
"Perubahan tahun 2014 sampai 2015 dipengaruhi tiga aspek demokrasi, yaitu kebebasan sipil turun 80,30 persen, hak-hak politik naik 70,63 persen, dan lembaga-lembaga demokrasi turun 66,87 persen," kata Suryamin di kantor BPS, Rabu (3/8).
Sementara itu, kata dia, perkembangan indeks demokrasi Indonesia tahun 2015 di sejumlah provinsi ada yang mengalami penurunan. Yakni, Aceh, Kepulauan Riau, Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Barat. Selanjutnya, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Banten, Jawa Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, dan Lampung.
"Terdapat empat provinsi yang berada di level kinerja demokrasi kategori baik, yaitu DKI Jakarta 85,32 persen, DI Yogyakarta 83,19 persen, Kalimantan Timur 81,24 persen, dan Kalimantan Utara 80,16 persen," kata dia.
Menurut dia, terdapat indikator demokrasi Indonesia penilaian buruk, yakni penggunaan kekerasan oleh masyarakat yang menghambat kebebasan berpendapat, persentase perempuan terpilih terhadap total anggota DPRD provinsi, demonstrasi yang bersifat kekerasan, dan alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan. Selain itu, peraturan daerah yang merupakan inisiatif DPRD, rekomendasi DPRD kepada eksekutif, kegiatan kaderisasi parpol, dan upaya penyediaan informasi APBD oleh pemda.
"DPRD jangan jadi tukang stempel tapi kreatif. DPRD harusnya ngasih masukan soal kebijakan dan usulan secara tertulis. Kebebasan berkeyakinan 2015 trennya menurun karena banyak kasus intoleran," kata Suryamin.
Di Lampung, Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung menyatakan tingkat demokrasi di Lampung tahun lalu masih berada di kategori sedang bila dibandingkan dengan tahun 2014. Meski demikian, terjadi penurunan indeks demokrasi Indonesia (IDI) 2015 dan 2014.
"Tingkat demokrasi di Lampung masih kategori sedang, walaupun ada penurunan IDI tahun 2015 dibandingkan tahun 2014," kata Kepala BPS Lampung Yeane Irmaningrum di Bandar Lampung, Rabu (3/8).
Ia mengatakan, IDI pada 2015 sebesar 65,95, menurun dibandingkan dengan IDI tahun 2014 sebesar 71,62. Meskipun mengalami penurunan, tingkat demokrasi Lampung masih berada pada kategori sedang.
Penurunan IDI pada periode 2014-2015, menurut survei BPS, terjadi pada aspek kebebasan sipil (civil liberty) yang mengalami penurunan 0,07 poin, hak-hak politik (political right) turun 0,5 poin, dan lembaga demokrasi (institusion of democracy) turun 20,92 poin.
Mendampingi Yeane, Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Lampung Mukhamad Mukhanif menambahkan, aspek demokrasi di Lampung masih terjadi tindakan destruktif dalam penyampaian aspirasi dalam demokrasi. Cara-cara kekerasan, seperti merusak, membakar, memblokir jalan, dan penyegelan kantor masih terjadi.
Menurut dia, meski Lampung dalam aspek demokrasi masih dalam kategori sedang, masih perlu menjadi perhatian semua pihak dalam aspek hak politik, terutama dalam menjalankan praktik demokrasi.
Intoleran
BPS juga merilis indikator kebebasan berkeyakinan yang mengalami penurunan kualitas dari tahun 2014. Salah satu variabel yang membuat turunnya kualitas tersebut adalah BPS menemukan adanya kasus intoleran yang terjadi sepanjang tahun 2015.
Salah satu peneliti BPS, Musdah Mulia, mengatakan, pada 2015 tren kebebasan berkeyakinan memang menurun. Sebab, setelah melakukan penelitian, banyak kasus yang terjadi di lapangan. Gejala intoleran yang ada di masyarakat banyak terjadi.
Salah satunya adalah indikator ancaman kekerasan atau penggunaan kekerasan dari satu kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat lain terkait ajaran agama. Jika sebelumnya pada 2014 negara mendapatkan skor 89,39, tahun 2015 hanya mendapatkan skor 80,15.
"Trennya memang menurun, tapi memang banyak kasus terjadi bukan antara aparat dengan masyarakat, melainkan antarmasyarakat dengan masyarakat," ujar Musdah. rep: Intan Pratiwi, Mursalin Yasland ed: Muhammad Hafil