Hari ini, Kemenhub telah bertemu Uber, Grab, dan Organda, apa keputusannya?
Negara ini berdasarkan hukum maka harus tunduk pada perundang-undangan. Posisi sekarang, Grab dan Uber belum ada izin angkutan, juga belum kerja sama sama mereka (operator) yang punya izin resmi. Sebelum masa transisi akan status quo, berarti yang sudah terdaftar ya operasi. Tetapi, kalau dia lakukan ekspansi enggak boleh.
Masa transisinya berapa lama?
Kita akan tentukan berapa lama waktu transisi. Kita akan bahas terkait waktu dan timeline. Itu akan kita jadikan patokan masa transisi.
Apa sanksinya?
Apabila dalam masa transisi enggak terpenuhi maka kita tegakan hukum yang berlaku. Kita lakukan prinsip adil. Sanksinya apa, akan diumumkan besok.
Bagaimana dengan ojek daring?
Saya melihat di lapangan itu konfliknya bukan hanya antara taksi resmi dengan angkutan online Uber dan Grab, tapi kita sama-sama menyaksikan ada juga terkait dengan Gojek.
Soal angkutan online, sikap Kemenhub berbeda antara aplikasi online yang diterapkan terhadap Uber dan Grabcar dengan yang diterapkan terhadap Gojek atau Grabbike dan sebagainya. Pertama, kalau Gojek itu sama-sama aplikasi IT, tapi diterapkan pada sepeda motor, yang berdasarkan UU angkutan sepeda motor tidak termasuk kategori angkutan umum.
Di sisi lain faktanya bahwa angkutan umum belum bisa menjangkau seluruh wilayah dan jam operasional belum sepanjang waktu maka Gojek itu kami menganggapnya sebagai angkutan yang sifatnya komplemen, mengisi kekosongan layanan angkutan umum yang resmi. Karena itu tidak diatur dalam angkutan umum, maka kami menilainya sebagai angkutan komplemen atau masih grey area.
Bagaimana dengan Uber dan Grabcar?
Kalau Uber dan Grabcar ini bertentangan dengan aturan resmi yang sudah diatur karena angkutan penumpang tidak dalam trayek. Itu ada dalam bentuk taksi maupun rental car yang sudah diatur dengan UU, sehingga ini, menurut pengamatan kami, merupakan kompetitor, jadi bukan komplemen, tapi kompetitor dari angkutan umum resmi yang diatur UU. Dengan demikian, memperhatikan seluruh pasal UU 22/2009 itu, sampai hari ini operasi Uber dan Grabcar ini dari sisi aturan mengenai LLAJ adalah ilegal.
Jadi, apa solusinya ke depan?
Kami sudah tanyakan, pilihannya ada dua, apakah sebagai operator angkutan atau sebagai IT provider (penyedia jasa aplikasi). Kalau memilih sebagai operator angkutan, tentu tunduk pada aturan UU 22/2009 tentang angkutan jalan. Dia harus memenuhi berbagai aturan mengenai badan hukumnya, yang kedua kendaraannya harus terdaftar, kalau operasinya sebagai taksi, taksi cirinya harus pake argo yang ditetapkan oleh pemda.
Kalau sebagai rental car, dimungkinkan juga dengan pelat hitam dan tanda khusus yang diberikan oleh pihak kepolisian. Karena, semua angkutan umum harus terdaftar, baik kaitannya dengan uji KIR maupun aspek pengamanannya. Pengemudinya di-declare sebagai angkutan umum maka pengemudinya harus mempunyai SIM umum. Kalau jenisnya bus, SIM B umum, kalau penumpang, SIM A umum. Itu diatur di UU, tinggal pilihannya mau jadi operator, lakukan itu.
Bagaimana jika tetap sebagai penyedia aplikasi?
Kalau mau jadi penyedia jasa aplikasi itu silakan, tapi dia harus bekerja sama dengan pengusaha angkutan umum resmi yang sudah terdaftar. Kalau pengen cepat silakan kerja sama dengan yang punya izin, tapi mereka katakan akan membentuk koperasi, silakan juga, tapi semuanya harus mengikuti aturan yang ada. Oleh Muhammad Nursyamsi ed: Fitriyan Zamzami