JAKARTA -- Praktisi dan pakar asuransi syariah Muhammad Syakir Sula tidak sepakat dengan poin Rancangan Undang-Undang (RUU) Perasuransian yang menyatakan bahwa dana investasi peserta atau aset unit usaha syariah (UUS) harus mencapai minimal 50 persen dari total dana investasi perusahaan asuransi induk untuk kemudian baru bisa memisahkan diri (spin off).
Syakir menyatakan bahwa sebenarnya dia menyambut baik hadirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perasuransian, yang mendorong pemisahan UUS dari perusahaan induknya yaitu asuransi konvensial. Ia juga menyetujui rancangan poin RUU yang menyatakan bahwa UUS dapat spin off tiga tahun setelah RUU perasuransian disahkan menjadi undang-undang (UU).
Ia membandingkan dengan pengalaman UU Perbankan yang menyatakan bahwa bank syariah bisa spin off setelah 15 tahun. Padahal, waktu 15 tahun dinilainya sangat lama dan ini terbukti dengan nasib perbankan syariah yang berjalan di tempat. Beruntung dalam poin RUU perasuransian hanya ditetapkan selama tiga tahun.
"Tetapi, saya tidak setuju dengan poin ketentuan aset UUS harus mencapai 50 persen dari total dana investasi perusahaan asuransi induk untuk baru bisa spin off. Persentase 50 persen itu terlampau besar dan membutuhkan waktu yang sangat lama, bisa puluhan tahun," katanya kepada Republika, di Jakarta, Selasa (16/9).
Menurutnya, bagaimana mungkin perusahaan asuransi konvensional yang asal-asalan membuat UUS dan UUS bisa dengan mudahnya memenuhi ketentuan itu. rep:rr laeny sullistyawati ed: irwan kelana