Senin 30 Jun 2014 15:30 WIB

Prabowo-Jokowi Saling Salip Menjelang Finish

Red:

oleh:Harun Husein -- "Dipasangkan dengan san dal jepit pun pasti akan menang . " Anda mungkin masih ingat dengan ungkapan tersebut. Ya, ungkapan itu disematkan ke pada Jokowi, pada akhir 2013 lalu. Saat itu, elektabilitas Jokowi memang sedang tinggi-tingginya: di atas 50 persen. jaraknya terpaut puluhan poin dibanding nama-nama lainnya, termasuk Prabowo Subianto yang hanya sekitar 11 persen.

Namun,seiring bergulirnya waktu, Prabowo Subianto mengejar. Dan, setelah masing-masing dipasangkan dengan Jusuf Kalla dan Hatta Rajasa, memasuki masa kampanye, dan menjelang hari pencoblosan, jarak keduanya semakin ketat. Bahkan sejumlah lembaga survei menyebut sudah terjadi salip-menyalip.

Informasi tentang telah terjadinya overlapping, terdeteksi dalam surveisurvei yang digelar dalam masa kam panye pilpres. Ada sepuluh lembaga yang melakukan survei di masa kampanye yang dimulai sejak 4 Juni. Dan, keba nyakan menyebut Prabowo-Hatta telah mengungguli Jokowi-JK. Meski demikian, jaraknya masih di wilayah margin of error, alias unggul tipis.

Enam pollster yang menyebut Prabowo-Hatta unggul adalah Lembaga Survei Nasional (LSN), Pusat Data Ber satu (PDB), Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis), Institut Survei Indonesia (ISI), Media Survei Nasional (Median), dan Forum Indonesia Maju (Forima).

Sementara itu, empat lembaga memenangkan Jokowi-JK. Yaitu, Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Political Commu nication Institute (Polcomm), Litbang Kompas, dan Pusat Penelitian Politik Lem baga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI). Jarak elektabilitas kedua cap res, menurut keempat lembaga ter akhir ini, bervariasi. Mulai dari wilayah margin of error, hingga sembilan persen.

Meski demikian, Litbang Kompas dan LIPI —yang menyurvei hingga pekan ke dua dan ketiga Juni— mencatat pe milih yang belum memutuskan (undecided voters) masih tinggi, di atas 20 persen (lihat: Survei Elektabilitas Capres/Cawapres).

Saling ledek

Perbedaan hasil survei lembaga-lem baga tersebut, sempat menimbulkan sa ling ledek di antara para juru survei. Para peneliti LSI, misalnya, beberapa kali mengkritik metodologi lembaga-lembaga yang telah memenangkan Prabowo-Hat ta, seperti LSN.

Pada suatu kesempatan, Direktur LSN, Umar S Bakry sempat balik me ledek lembaga-lembaga survei yang mengkritiknya. "Mereka itu kan yang dulu bikin survei di DKI dan salah," katanya saat diwawancarai TV One. Sebenarnya, LSI dan LSN ini punya hubungan dekat. Pendiri LSI, Denny JA adalah ketua umum Asosiasi Riset Opini Publik (Aropi). Sedangkan Umar S Bakry adalah sekjen Aropi.

Dalam catatan Republika, lembagalembaga survei di Indonesia dua kali melakukan kesalahan fatal. Pertama, saat digelarnya pemilukada DKI Jakarta pada 2012. Saat itu, semua lembaga survei memenangkan Foke atas Jokowi. Tapi, yang terjadi kemudian sebaliknya.

Kesalahan fatal kedua terjadi dalam pemilu legislatif lalu. Hampir semua lem baga survei meramalkan bahwa partaipartai Islam akan habis, karena akan gagal melampaui parliamentary thres hold. Namun, nyatanya, suara partaipartai Islam bukan hanya bertahan, tapi bahkan ada yang naik dua kali lipat. Jika pada pilpres ini mereka kembali melakukan kesalahan fatal, maka mereka akan mencetak hattrick.

Absen

Namun, di tengah pertarungan dua kubu lembaga dukun politik itu, sejumlah pollster arus utama, ternyata absen dari dunia persilatan di masa kampanye. Seperti Indikator Politik Indonesia (IPI), Center for Strategic and International Stu dies (CSIS), Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Indobarometer, Cyrus Network, dan Pol-Tracking Institute.

Indobarometer dan Pol-Tracking Ins titute, misalnya, memang memub lika sikan hasil surveinya pertengahan Juni. Namun, surveinya digelar sebelum masa kampanye dan hari pertama kam panye. Sehingga, pengaruh kampanye —apalagi debat kandidat— masih di luar deteksi lembaga-lembaga ini.

Semula, absennya lembaga-lembaga survei mainstream, itu, tak terlalu banyak dipedulikan. Apalagi, selang beberapa hari, ada lembaga yang memublikasikan rekaman opini publik. Puskaptis, ISI, dan LSN, adalah lembaga-lembaga yang terbilang rajin merilis hasil survei, karena setiap pekan mereka melakukan tracking. Dalam survei mereka, makin mendekati pemilu, Prabowo-Hatta kian kinclong, sementara Jokowi-JK kian redup.

Absennya lembaga-lembaga survei mainstream itu baru dipelototi serius setelah media terkemuka Australia, Sydney Morning Herald (SMH), menurunkan laporan bertajuk "Silence of the polls as Prabowo pulls ahead in Jakarta race."

Dalam laporan bertanggal 25 Juni, itu, SMH menulis, demi mengetahui po pu laritas Prabowo sudah melampaui Joko wi, sejumlah lembaga survei kredibel di Indonesia justru menahan hasil survei. Ada kekhawatiran, bila survei dipubli kasikan, hasilnya bisa menurunkan se mangat pen dukung Jokowi, dan sebalik nya menambah aliran dukungan kepada Prabowo.

SMH mengonfirmasi tiga lembaga, IPI, CSIS, dan SMRC, yang membenarkan jarak elektabilitas  Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK sudah berada dalam wilayah margin or error. Itu berarti, peluang kedua pa sangan tersebut sudah sama besar. "Prabowo Subianto saat ini harus dipertim bangkan sebagai calon peme nang pilpres 9 Juli mendatang. Sebuah hasil yang bah kan tak terpikir sebulan sebelumnya," ka ta peneliti Lowy Insti tute, Aaron Connelly.

CSIS, tulis SMH, yang telah me nyele saikan polling pada 15 Juni. Tapi, CSIS tidak memublikasikannya karena Direk tur Eksekutif CSIS, Rizal Sukma, adalah anggota tim kampanye Jokowi-JK. SMH menyebut Rizal Sukma yang juga pengamat militer, itu, bahkan langsung mem berikan briefing kepada Jokowi, dalam menghadapi debat dengan Prabowo.

Ketua Departemen Politik dan Hubungan International CSIS, Philip Vermonte, mengungkapkan pihaknya meng gelar survei pada 4-12 Juni. Dia mengakui hasilnya sudah tipis. Saat Republika menanyakan apakah jaraknya sudah berada dalam margin of error, Philip enggan menjawab lugas. "Yang jelas sudah tipis," katanya.

Soal mengapa hasil survei itu belum dipublikasikan, Philip menampik tu ding an karena Rizal Sukma di kubu Jokowi- JK. Dia juga membantah CSIS menjadi konsultan politik capres nomor urut dua itu. "Survei kami independen. Kami belum memublikasikan karena ma sih akan melakukan survei lagi," kilahnya.

Koordinator bidang survei tim sukses Jokowi-JK, Dolfie Othniel Fredric Palit, mengakui menjalin kerjasama dengan sejumlah lembaga survei, seperti CSIS, SMRC, dan IPI, untuk mengetahui per kem bangan elektabilitas Jokowi-JK. "Ya kami melakukan kerjasama dengan me reka," katanya kepada Republika, Kamis (26/6). Tapi, Dolfie mengatakan, secara internal mereka juga punya survei sendiri.

Selain Rizal Sukma, pemimpin lembaga polling lain yang berada di kubu Jokowi adalah Andrinof Chaniago (Cyrus Net work) dan Eep Saefullah Fatah (Pol mark). Saiful Mujani tidak tergabung secara struktural, namun Saiful Mujani sempat dilaporkan ke Bawaslu karena diduga melakukan kampanye hitam kepada Prabowo. Denny JA, pendiri LSI, sejak penjajakan koalisi partai pengusung capres, bahkan menyatakan berpihak kepada Jokowi-JK.

Konsultan

Pengamat sosial politik, Fachry Ali, mengaku masih memercayai hasil survei yang dilakukan SMRC, LSI, IPI, Cyrus, dan Indobarometer. Sebab mereka, kata dia, adalah lembaga-lembaga yang mencari makan dari survei. "Saya masih yakin mereka tidak akan mengorbankan kredibilitasnya hanya untuk satu momen pilpres," katanya kepada Republika.

Persoalannya, di Indonesia, lembaga survei sering merangkap konsultan poli tik. Sehingga, kalau hasil surveinya ba gus, user bisa meminta dipublikasikan. Se baliknya, kalau hasilnya tidak meng untungkan, pemesan bisa meminta tidak dipublikasikan. Sebab, bila dipublika sikan, akan tercipta bandwagon effect, yaitu berbondong-bondongnya pemilih memilih pemenang survei.

Lembaga-lembaga di Indonesia, me mang berbeda dengan Gallup di Ame rika. Gallup, pioneer lembaga survei, tidak memosisikan diri sebagai konsultan po litik. Sejak melakukan survei pada 1936, lembaga ini menolak dana dari Partai Republik maupun Partai Demokrat. Alhasil, sampai hari ini, Gallup menjadi rujukan, karena tidak bermain-main dengan hasil surveinya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement