Oleh: Rahmat Hadi Sucipto -- Anggaran yang defisit tentu tak mengenakkan bagi se buah pemerintahan. Ibarat kata, nafsu besar tenaga ku rang. Banyak program, tetapi tak mempunyai anggaran, tentu akan menjadi percuma.
Indonesia sudah lama bernasib kurang beruntung karena mengalami defisit anggaran selama bertahuntahun. Pemerintah yang berkuasa sekarang pun masih mematok target defisit anggaran, belum mengubahnya dengan anggaran berimbang. Lalu, mengapa defisit tak diharapkan oleh semua pihak?
Foto:Republika/Raisan Al Farisi
MRT Siapkan Pembangunan Bawah Tanah
Dalam disertasi berjudul "Peng aruh Defisit Anggaran Primer Terha dap Produk Domestik Bruto, Suku Bunga, Inflasi, dan Neraca Transaksi Berjalan Dalam Kerangka Teori Kon sensus Makroekonomi" di Kampus UGM, Yogyakarta, beberapa waktu lalu, YB Suhartoko menyebutkan kenaikan defisit primer anggaran belanja dalam jangka pendek akan menurunkan PDB, sedangkan dalam jangka panjang akan meningkatkan PDB. Sementara itu, kenaikan defisit primer anggaran belanja akan menyebabkan kenaikan suku bunga dalam jangka pendek dan penurunan suku bunga dalam jangka panjang. Hasil pengujian lainnya menun juk kan, kenaikan defisit primer ang garan belanja akan menyebabkan pe nurunan inflasi dalam jangka pen dek, sedangkan dalam jangka pan jang akan menyebabkan kenaikan in flasi.
Kenaikan defisit primer ang garan belanja akan menyebabkan penurunan defisit neraca transaksi berjalan, baik dalam jangka pendek mau pun jangka panjang. Lalu, ke naikan suku bunga akan menyebab kan kenaikan inflasi, baik dalam jang ka pendek maupun jangka panjang.
Pada RAPBN 2015, pemerintah mematok target defisit anggaran sebesar 2,32 persen dari total PDB. Angka ini lebih rendah ketimbang yang ditargetkan pada APBN-P 2014 sebesar 2,41 persen.
Menurut pandangan ekonom Faisal Basri, RAPBN tersebut merupakan yang terburuk dalam sejarah Pemerintahan SBY. Staf pengajar UI ini menilai asumsi makro, seperti inflasi yang ditargetkan mencapai 4,4 persen, hanya omong kosong. Me ning katnya anggaran subsidi BBM juga memangkas hak sektor-sektor lain yang berkaitan dengan kesejahteraan rakyat. Dengan kenaikan subsidi BBM, pemerintah akan mengorbankan segi sosial, orang miskin, dan infrastruktur.
Pendapat serupa muncul dari eko nom Indef Enny Sri Hartati yang me nilai struktur anggaran tahun depan tidak ideal dengan misi Indo nesia meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masya rakat. Ini terjadi karena anggaran banyak tersedot untuk pelayanan umum, seperti belanja pegawai, be ban pembayaran bunga utang, dan subsidi.
Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan ada beberapa langkah yang bisa ditempuh pemerintahan baru untuk menekan defisit tersebut. Salah satu caranya dengan menaik kan harga BBM subsidi. Bila harga BBM naik, dia memperkirakan defisit bisa tertekan menjadi 1,32 persen terhadap PDB. Ini bisa diperoleh bila kenaikannya mencapai Rp 2.000 per liter, baik untuk premium maupun solar. Anggaran yang bisa dihemat bisa menembus Rp 96 triliun atau nyaris menyentuh 1,0 persen dari total PDB.
Defisit anggaran memang sering di alami oleh banyak negara. Indo nesia saja sekian lama mengalami kondisi buruk tersebut. Pada 2008, defisit anggaran Indonesia terhadap PDB hanya 0,1 persen. Namun, pada tahun berikutnya melonjak menjadi 1,58 persen. Beruntung pada 2010 menurun pada angka 0,73 persen.
Namun, sejak 2011 hingga target 2015 angka defisitnya membengkak. Pada 2011 lalu, defisit anggaran 1,14 persen dari total PDB. Setahun kemudian, angkanya melonjak men ja di 2,23 persen terhadap PDB. Pada 2013 defisit anggaran menurun men jadi 1,65 persen dari total PDB, lalu kembali melejit menjadi 2,41 persen sesuai RAPBN-P 2014.
Negara kuat lainnya di kawasan Asia Tenggara juga mengalami masa lah serupa. Malaysia tahun lalu meng hadapi defisit hingga 3,9 persen, Filipina 1,4 persen, sementara Singa pura 1,1 persen. Thailand yang mengalami gonjang-ganjing politik dalam negeri ternyata angka defisitnya lebih kecil, hanya 0,7 persen.
Negara-negara lain mampu me nga tasi defisit karena bisa mencipta kan iklim investasi yang baik. Daya saing industri mereka juga sangat ting gi. Yang tentu menguntungkan, PDB per kapita mereka lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Artinya, tingkat kesejahteraan masyarakat mereka jauh lebih baik ketimbang Indonesia.
Ekonomi yang memiliki stimulus ekonomi, jelas Enny, hanya 8,2 per sen, jauh di bawah fungsi pelayan an umum yang sudah mencapai 68 per sen. Kalau mau ideal, anggaran yang lebih besar harus diperuntukkan untuk membangun sektor belanja modal, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan pendidikan, dan peningkatan kesehatan.
Karena itulah, Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki alokasi anggaran stimulus ekonomi terendah. Sebagai contoh, pos fungsi ekonomi di Malaysia sudah 19 persen, sementara Indonesia hanya 8,8 per sen. Kondisi mencolok terjadi di Thailand yang sudah mencapai 20 persen. Singapura yang memiliki PDB per kapita tertinggi di ASEAN sudah mengalokasikan pos ekonomi sampai 18 persen.
Negara-negara lain juga lebih mudah dalam mempercepat roda ekonomi karena menghadapi masalah korupsi yang tak sepelik Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Transparency International, pada 2013 Indonesia berada pada posisi terburuk dibandingkan negara-ne gara Asia Tenggara lainnya. Indone sia meraih skor buruk 32 sehingga menempati posisi ke-114, hanya lebih baik dari Vietnam (skor 31, posisi 116), Laos (skor 26, posisi 140), serta Myanmar (skor 21, posisi 157).
Tentu posisi Indonesia ditinggal jauh oleh Singapura yang meraih skor 86 dengan posisi kelima dunia. Bru nei Darussalam juga bagus, ber ada pada peringkat ke-38 dengan skor 60. Malaysia dan Filipina me nyu sul, masing-masing berada pada urutan ke-53 (skor 50) dan ke-94 (skor 36). Thailand tepat berada di atas Indonesia dengan skor 35, posisi ke-102.
Skor yang makin kecil menunjukkan tata kelola pemerintahan di Indonesia masih jauh dari bersih. Indonesia masuk kelompok dengan tindakan korupsi yang masih tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia.
Apa hubungannya korupsi de ngan anggaran yang dimiliki pemerintah? Fakta menunjukkan, permainan anggaran masih terjadi di Indonesia. Bahkan, korupsi anggaran melibatkan dua pelaku utama di negeri ini, yaitu pemerintah dan para anggota dewan.
Terakhir kali terungkap keterlibatan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik dalam kasus korupsi. KPK menetapkan Jero sebagai tersangka karena diduga telah menyalahgunakan we we nangnya sebagai menteri dan melakukan pemerasan.
Tentu kasus ini ma kin membuka ma ta, bisnis migas dan subsidi BBM memberikan ruang yang sangat lebar bagi para pejabat hingga pelaku bisnis untuk mempermainkan uang rakyat. Padahal, nilai subsidi BBM sangat besar, rata-rata lebih dari Rp 300 triliun setiap tahun. Bahkan, subsidi BBM mendapatkan alokasi yang paling besar dibandingkan dengan target subsidi lainnya.
Masuknya Indonesia dalam ke lom pok negara pengimpor murni minyak juga makin membuka pe luang permainan anggaran negara. Bisa dibayangkan bila korupsi meng hiasi kegiatan ekspor dan terutama impor minyak Indonesia. Angkanya sangat besar!
Tercatat tren impor Indonesia terus membesar. Pada periode 2009- 2013 saja, Kementerian Perdagangan mencatat kenaikan impor migas ratarata mencapai 24,34 persen, lebih kecil daripada rata-rata ekspor migasnya yang hanya 14,53 persen.
Pada 2009, impor migas masih 18,98 miliar dolar AS. Setahun ber ikut nya melejit menjadi 27,41 miliar dolar AS. Pada 2011 berubah lagi, naik menjadi 40,7 miliar dolar AS. Nilai impor 2012 dan 2013 lebih ting gi lagi, masing-masing 42,56 miliar dolar AS dan 45,27 miliar dolar AS. Dalam neraca perdagangan, mi gas defisit 5,59 miliar dolar AS 2012, dan defisit perdagangan migas naik 126 persen menjadi 12,63 miliar dolar AS. Lebih parah lagi, nilai perdagangan nonmigas juga pada dua tahun terakhir (2012 dan 2013) mengecil dibandingkan tiga tahun sebelumnya.
Pada 2009 nilai perdagangan nonmigas lumayan besar, mencapai 19,64 miliar dolar AS, lalu naik menjadi 21,49 miliar dolar AS. Pada 2011, angkanya naik lagi menjadi 25,29 miliar dolar AS. Lalu, pada 2012 dan 2013 terjun bebas menjadi 3,92 miliar dolar AS dan 8,56 miliar dolar AS. Akibatnya, neraca perdagangan pada 2012 dan 2013 menjadi negatif, ma sing-masing minus 1,67 miliar dolar AS dan minus 4,08 miliar dolar AS.
Sepertinya, neraca perdagangan 2014 juga masih buruk. Indikasinya sudah sangat jelas, neraca perdagangan Januari-Juli 2014 saja sudah minus 1,0 miliar dolar AS, lebih baik dibandingkan periode sama 2013 yang mencapai minus 5,67 miliar dolar AS.
Defisit perdagangan migas yang tinggi, mencapai 7,72 miliar dolar AS pada Januari-Juli, menjadi pemicu defisit neraca perdagangan tersebut. Bahkan, angka defisitnya naik 1,13 persen dibanding periode Januari- Juli 2013 sebesar 7,633 miliar dolar AS. Beruntung nilai perdagangan nonmigas meningkat drastis, sebesar 242,09 persen, pada periode tersebut.
Inilah yang membuat defisit perdagangan pada Januari-Juli cukup tertahan. Kombinasi defisit anggaran dan defisit negara perdagangan tentu akan berimbas terhadap produk domestik bruto. Tanpa sentuhan yang lebih piawai dari pemerintahan baru mendatang, gerak ekonomi nasional bisa tertatih-tatih.