Selasa 17 Jun 2014 12:00 WIB

Berjaya Berkat Kopi Renteng

Red:

Jakarta pada akhir 1970-an kedatangan seseorang bernama Usman. Datang dari Madura, Usman hendak mengubah nasibnya. Tak sempat mengenyam pendidikan tinggi, Usman tak gentar melakoni hari-hari. Ia hilir mudik menjadi pedagang asongan menjual rokok dan minuman.

Usman tak pernah absen menyambangi kawasan Monas. Bagi Usman, pahitnya perjuangan layaknya menanti bulir padi yang akan bernas. Ia makin rajin menjajakan dagangan meski hujan atau di bawah terik matahari. Usaha keras yang tak sia-sia dan kelak akan ia syukuri.

Kian lama, usaha Usman kian berkembang. Dari yang awalnya pedagang asongan, kini naik kelas mulai merintis warung kecil-kecilan. Jualannya tetap sama, rokok dan minuman.

Bisnis kelas teri bukannya tak membawa konsekuensi. Berkali-kali, Usman berhadapan dengan petugas keamanan. Dengan dalih mengganggu ketertiban, dagangan Usman sering ditahan. Begitu seringnya Usman menebus barang sitaan, akhirnya orang-orang di kantor kepolisian menjadi kawan.

Suatu hari datanglah kerabatnya dari Madura. Ia menawarkan diri untuk menjual kopi Usman dengan cara berkeliling menggunakan sepeda. Pemasaran dengan sistem jemput bola ini ternyata berbuah manis. Kopi-kopi yang dijajakan selalu laris karena harganya cocok untuk pelanggan berkantong tipis.

Keberhasilan usaha kopi keliling cepat menyebar dari mulut ke mulut. Penduduk dari Sampang, Pamekasan, dan Sumenep membanjiri Jakarta membentuk komunitas sendiri. Meski harus menghadapi razia dan hidup seadanya, tak membuat langkah mereka surut. Rumah Usman di bantaran Ciliwung pun dipenuhi dengan kehadiran warga Madura.

Anak buah Usman semakin bertambah. Dari yang awalnya hanya satu dua orang menjadi puluhan. Dengan niat menolong rekan sekampung, Usman menyediakan rumahnya secara cuma-cuma untuk mereka tinggali. Ia sadar, keberlanjutan warungnya bergantung pada setiap sachet kopi yang laku hari ini.

Salah satu perusahaan kopi ternama mulai melirik kehadiran Usman dan kawan-kawan. Perusahaan itu akhirnya menjadi pemasok kopi sachet terbesar di kampung Usman. Setiap hari, puluhan kardus kopi sachet terjual berkat kayuhan sepeda penjaja kopi.

Meski Usman hanya tinggal di bantaran kali, perputaran bisnisnya sungguh luar biasa. Tiga puluh tahun berlalu sejak Usman menjadi pedagang asongan, ia kini berubah menjadi seorang juragan. Usman mampu mencatatkan omzet antara 15-20 juta per hari dari berbisnis rokok dan kopi.

Sadar akan kesuksesan Usman, beberapa kerabat terkadang meminjam uang kepadanya. Jumlahnya bervariasi, mulai dari Rp 100 ribu hingga ada yang berani meminjam puluhan juta. Usman tak tega jika tak memberi pinjaman.

Inilah masa-masa Usman menikmati hasil jerih payahnya dulu. Hidupnya kini berkecukupan. Kenangan pahit menjadi pedagang asongan, hari ini berbalik menjadi cerita yang menyenangkan. Di antara semua juragan kopi, usaha Usman adalah yang paling besar. Berkat kopi sachet, Usman pun mampu pergi naik haji. rep:c88 ed: dewi mardiani

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement