BALAI KOTA -- Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mendukung jika kolom agama dihapus dari Kartu Tanda Penduduk (KTP). Menurut Basuki, pencatuman kolom agama di KTP membuat masyarakat berkubu-kubu.
"Dari dulu saya tidak ingin ada kolom agama di KTP, saya sudah bilang di DPR. Mengapa mesti ada agama dalam KTP? Saya mau tahu agama kamu untuk apa?" ujar dia kepada wartawan di Balai Kota, Jakarta Pusat, Kamis (19/6).
Ahok mempertanyakan pencantuman kolom agama di KTP. Menurutnya, pencantuman agama di KTP memunculkan diskriminasi.
Menurut Ahok, pencantuman kolom agama tidak sesuai Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. "Coba saja baca UUD 45 bagaimana pandangan Soekarno terhadap agama. Yang Kristen ikut Nabi Isa, Islam ikut Nabi Muhammad. Tergantung pengikutnya. Tidak mengenal mayoritas dan minoritas," tutur Ahok.
Seharusnya, mantan bupati Belitung Timur ini berpendapat, kolom agama segera dihapus dari KTP. Apalagi, masyarakat Indonesia mayoritas Muslim.
Menurut Ahok, pencantuman kolom agama di KTP tidak cocok diterapkan di Indonesia. Sebab, kultur agama di Indonesia berbeda dengan di Timur Tengah. "Kalau di Timur Tengah karena ada penaklukan agama, makanya ada istilah mayoritas melindungi minoritas. Kalau di Indonesia, Islam masuk kan bukan penaklukan, tapi dagang dan budaya," ucap pria berusia 47 tahun ini.
Wacana penghapusan kolom agama di KTP dilontarkan anggota tim pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla, Musda Mulia. Ia mengatakan, pihaknya menjanjikan penghapusan kolom agama pada KTP jika Joko Widodo-Jusuf Kalla terpilih. Sebab, menurutnya, keterangan agama pada kartu identitas dinilai dapat disalahgunakan.
Namun, pernyataan Musda dibantah Ketua DPP PDI Perjuangan Hamka Haq. Ia menampik pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan menghapus kolom agama dalam KTP. "Tidak ada program seperti itu," kata Hamka saat dihubungi Republika, Rabu (18/6).
Pendiri sekaligus Ketua Umum Ormas Sayap Islam PDIP Baitul Muslimin ini menyatakan, pernyataan Musdah mewakili sikap pribadi, bukan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Menurut Hamka, selama ini Musdah dikenal sebagai akitivis Jaringan Islam Liberal. "Itu pernyataan pribadi. Sejak dahulu, dia aktivis liberal agama," ujarnya.
Pernyataan Musdah berpotensi menimbulkan antipati masyarakat terhadap Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hamka berharap, publik dapat membedakan pernyataan Musdah dan program Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Bisa saja mengurangi suara Jokowi-JK," katanya.
Hamka menolak argumentasi Musdah bahwa pencantuman kolom agama menimbulkan diskriminasi. Menurutnya, kolom agama diperlukan untuk melindungi kaum minoritas dan mengatur tatanan sosial di masyarakat. rep:c63 ed: karta raharja ucu