Senin 11 Aug 2014 14:30 WIB

Jatuh Hati pada Indonesia

Red:

Dalam pamerannya berjudul "Aneka Rasa" di Galeri Nasional Indonesia saat ini, sang seniman, Raphael Blum, total mempertontonkan keunikan penduduk Maluku dan Sumatra Utara. Melalui lebih dari 50 potret masyarakat yang tinggal di sana, Blum menyajikan montase atau kolase yang ringan, namun bernilai historis. Di baliknya, ada ‘catatan kaki’ yang tak boleh terlewat untuk dibaca.

Blum berangkat dari kesadarannya atas sejarah kolonial sehingga Ambon dan Sumatra Utara bukanlah pilihan acak. Rempah di Kepulauan Maluku adalah undangan bagi gelombang kolonialisme pertama pada abad ke-16. Sedangkan, perkebunan tembakau Sumatra Utara adalah salah satu puncak keberhasilan agroindustri kolonial di Hindia Belanda pada abad 19.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Yasin Habibi/Republika

Pengunjung melihat foto-foto karya Raphael Blum dalam Pameran Fotografi bertajuk "Aneka Rasa" di Galeri Nasional, Jakarta, Ahad (10/8).

 

"Dari sinilah daun tembakau dan biji cengkih masuk ke ruang pamer sebagai simbol geografis titik awal dan puncak ekonomi kolonial," ujar Alexander Supartono, sejarawan dan kurator dalam pameran ini.

Selepas membuka pameran, dalam perjalanan menuju sebuah kedai kopi di kawasan Jalan Jaksa, Jakarta Pusat, Raphael Blum mengutarakan kepada Republika alasannya jatuh hati kepada kedua daerah ini. Dia merasa perlu menunjukkan kepada dunia tentang dua tempat itu.

"Bayangkan, keduanya menjadi magnet kuat bagi bangsa Eropa untuk berlayar jauh ke sana. Berdagang di sana dan bahkan rela menumpahkan darah hanya untuk berkarung-karung cengkih. Namun sekarang? Tak ada orang Eropa yang tahu Maluku. Mereka tahu Indonesia sebatas Bali," ungkap pria yang telah berkeliling dunia ini.

Berangkat dari sanalah lantas ia bertekad mengumpulkan bahan untuk menggelar pameran tentang lokasi khusus: Maluku dan Sumatra Utara. Bermula dari Pulau Banda sebagai penghasil pala, kemudian Blum menjelajah Ambon dan kota-kota di Maluku lainnya. Dalam kurun waktu tak sampai satu tahun, dia berpindah ke Indonesia bagian barat, di dataran penghasil tembakau, Brastagi, Sumatra Utara.

"Saya lakukan tanpa beban. Pada dasarnya saya suka berpelesir. Saya suka mengunjungi tempat-tempat yang jarang dikunjungi orang," ujarnya. Bahkan, selepas pameran usai, Blum berencana kembali lagi ke Maluku. Ditanya untuk apa dia ke sana, Blum hanya menjawab singkat, "Jakarta terlalu penuh. Saya butuh keheningan."

Blum menambahkan, ketertarikannya pada objek manusia bukannya tanpa alasan. "Dalam travelling, kita tak boleh hanya fokus pada tempatnya pada pantai atau gunung yang ada. Namun, lihatlah juga manusianya, budayanya. Niscaya dari sana kita bisa memetik pelajaran," ujar dia.

Selain di Jakarta, pameran fotografi "Aneka Rasa" juga diadakan di Singapura pada tahun ini. Tujuan Blum menggelar pameran di tempat lain selain Indonesia jelas, ingin mengenalkan sisi lain Indonesia yang tak banyak orang tahu. "Bahkan, saya berniat memotret tempat lain di Indonesia. Saya jatuh cinta dengannya," katanya dengan bahasa Inggris bercampur bahasa Indonesia. rep:c85 ed: dewi mardiani

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement