Dalam tiga tahun ke depan, Pemprov DKI berencana menerapkan parkir meter di seluruh wilayah Ibu Kota.
SABANG -Sebanyak 11 unit alat parkir meter resmi dioperasikan di Jalan KH Agus Salim atau Jalan Sabang, Jumat (26/9). Uji coba alat parkir meter merek Cale asal Swedia itu membuat pengendara di Jalan Sabang dilarang memberikan uang parkir kepada petugas di jalan tersebut.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Benjamin Bukit Jalan Sabang digunakan sebagai percontohan karena intensitas kendaraan yang cukup tinggi.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berharap dalam dua-tiga tahun ke depan alat parkir meter akan dapat diterapkan di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Benjamin mengatakan, kultur masyarakat yang senang membayar langsung ke tukang parkir memang sulit diubah. Karena itu, Dishub DKI akan menderek mobil yang tidak taat peraturan. Masyarakat yang terkena tilang akan dikenakan denda Rp 500 ribu.
"Kita memang perlu waktu lama. Kalau gaksalah di Malaysia lima tahun. Mudah-mudahan kita gakbutuh selama itu," kata Benjamin kepada wartawan, Jumat.
Guna mengantisipasi petugas parkir liar, Dishub DKI menggandeng juru parkir resmi yang digaji dua kali upah minimum provinsi (UMP). "Dari Rp 2,3 juta dikali dua. Mereka bergaji Rp 4 juta lebih," kata Benjamin.
Dengan gaji sebesar itu, ia berharap juru parkir resmi tidak meminta uang kepada pengendara.Jika keta huan, dia mengancam memecat juru parkir tersebut.
Dishub juga menggandeng kepolisian guna mengantisipasi vandalisme atau pengubahan data secara sengaja. Ia juga meminta masyarakat ikut mengawasi uji coba mesin meter itu dan memberikan koreksinya.
Muri, juru parkir resmi di Jalan Sabang, mengaku ditugasi mengatur mobil di area parkir. Setelah mobil diparkir, ia akan mengarahkan pengendara ke alat parkir meter yang tersedia. Sekali parkir, pengendara mobil dikenakan Rp 5.000 untuk satu jam, sementara pengendara motor Rp 2.000.
Ia menjelaskan, pengendara yang ingin memarkirkan kendaraanya di Jalan Sabang harus menyiapkan uang koin pecahan Rp 500 atau Rp 1.000.
Sejumlah pengendara, dikatakan Muri, belum mengetahui cara pembayaran dengan uang koin.Alhasil, banyak pengendara yang menukarkan uang kertas dengan uang koin kepadanya. "Kalau habis, di sana kanada sekuriti, dia sudah menyiapkan. Nanti saya menukar ke dia," kata Muri.
Saat ditemui Republika, Ariet, pengendara motor, berpendapat parkir meter menyusahkannya. Ia awalnya membayar uang parkir ke petugas dengan uang kertas. Namun, juru parkir yang diberi uang menolak dan mengarahkannya ke alat parkir meter. "Ribet ya kalau gini, mana aku sudah mau telat,"kata dia.
Pengamat transportasi, Darma ningtyas, sebelumnya berpendapat, parkir meter bukan solusi mengatasi kemacetan. "Karena, masih tetap membuka peluang untuk parkir on street," kata Darmaningtyas saat berbincang dengan Republika, Rabu (24/9).
Ia berpendapat, cara efektif meng atasi kemacetan adalah meng hilangkan parkir on street.Jadi, kata Darmaningtyas, selama masih ada kendaraan-kendaraan yang parkir di jalan, kemacetan akan terus terjadi.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)menyatakan, selama ini pemasukan Pemprov DKI dari sektor parkir tidak bisa diserap maksimal. Sebab utamanya, kata dia, karena maraknya premanisme yang menguasai parkir liar. "Masalah parkir di Jakarta bukan soal infrastruktur, melainkan masalah oknum atau preman," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Selasa (23/9). rep:c92/ c66, ed:karta raharja ucu