Jumat 25 Mar 2011 11:26 WIB
Serangan Koalisi di Libya

Priyo: AS Gunakan Diplomasi Koboi di Libya

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad
Barack Obama dan Muammar Qaddafi di sebuah acara G8 tahun 2009.
Barack Obama dan Muammar Qaddafi di sebuah acara G8 tahun 2009.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dua hari setelah Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1973 tentang Libya, pasukan Koalisi yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis telah melakukan agresi brutal terhadap negara berdaulat Libya. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyayangkan intervensi militer itu.

Priyo menyayangkan AS di bawah kepemimpinan Obama belum juga beranjak dari diplomasi koboi (cowboy diplomacy) di dalam menyelesaikan konflik internasional yang telah menjadi trade mark kepemimpinan Bush sebelumnya. Apa yang telah dilakukan oleh rezim Khadafi memang harus diberi hukuman, namun Priyo tak percaya agresi militer itu hukuman tepat.

"Saya khawatir bahwa Resolusi 1973 dipaksakan menjadi dasar legalitas dan jalan pintas untuk melakukan agresi," kata Priyo dalam siaran pers tertulis, Jumat (25/3). Hal ini tercermin dari penolakan yang dilakukan oleh setidaknya dua Anggota Tetap DK PBB, yakni Rusia dan Cina terhadap resolusi ini.

"Saya tidak mengerti mengapa Presiden Obama bersikap tidak konsisten dengan komitmennya untuk menciptakan dunia yang lebih damai melalui solusi tanpa kekerasan seperti yang pernah disampaikannya di Kairo maupun di Jakarta beberapa waktu silam," kata Priyo.

Kongres AS sendiri juga mempertanyakan kebijakan Obama untuk menyerang Libya. "Ketua DPR AS saja mengkritik Obama mempertanyakan apa misi dari agresi ini dan mengapa Obama tidak lebih dulu berkonsultasi dengan Kongres seperti yang lazim dilakukan oleh presiden-presiden AS sebelumnya," kata Priyo. Dia juga mencermati isi Resolusi 1973 yang dianggapnya tidak berimbang.

Lebih lanjut, Priyo menyerukan masyarakat internasional untuk segera mencari solusi agar agresi militer ini tidak menimbulkan korban yang lebih banyak. "Pasukan Koalisi harus tetap tunduk terhadap hukum humaniter internasional di dalam melakukan agresinya," katanya.

Mereka harus menghormati klausul-klausul yang disepakati di dalam Konvensi Jenewa ke-4 pada 1949. Aplikasi Konvensi ini diperlukan untuk meminimalisir jatuhnya korban sipil dalam agresi tersebut. Untuk itu, peran humanitarian intervention seperti yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional perlu diperkuat dan diberi akses yang maksimal.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement