Selasa 03 May 2011 15:30 WIB

Suu Kyi: Myanmar Ingin Demokrasi Seperti Indonesia

Aung San Suu Kyi
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tokoh prodemokrasi yang juga Ketua Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengatakan, rakyat Myanmar ingin mewujudkan demokrasi seperti Indonesia. Pernyataan tersebut disampaikan penerima Nobel Perdamaian tahun 1991 itu dalam pesan videonya yang ditayangkan di Konfenrensi Masyarakat Sipil ASEAN (ACSC)/Forum Rakyat ASEAN (APF) 2011 di Jakarta, Selasa (3/5).

Suu Kyi menuturkan keinginan rakyatnya untuk mewujudkan demokrasi di Myanmar itu pasti dapat dimengerti, khususnya oleh Indonesia sebagai salah satu negara demokratis di dunia. Ia mengatakan, Indonesia telah mengalami masa transisi yang mengagumkan dari kekuasaan otoriter ke pemerintahan yang demokratis.

"Kami iri. Kami ingin menjadi seperti Anda (Indonesia -red). Kami ingin mencapai apa yang Anda telah berhasil capai," kata Suu Kyi yang tampak dalam video menggunakan baju berwana kuning dengan sanggul dihiasi bunga yang menjadi ciri khasnya.

Bahkan ia berharap Myanmar mampu mencapai lebih dari apa yang sejauh ini telah dicapai Indonesia. Tokoh kelahiran Yangon 19 Juni 1945 ini mengatakan, ia menginginkan yang terbaik untuk negara dan rakyat Myanmar.

"Kami juga menginginkan yang terbaik untuk wilayah kita dan yang terbaik untuk dunia ini," katanya. Di awal pesan videonya, Suu Kyi menyinggung tentang pendapat banyak orang bahwa nilai-nilai di Asia berbeda dengan nilai-nilai Barat. Pandangan ini dijadikan alasan untuk melawan perjuangannya bagi terwujudnya demokrasi, katanya.

Namun demikian, rakyat Myanmar telah memulai perjuangan demokrasinya pada 1988 dengan mengadopsi "sedikit konsep tentang demokrasi Barat".

Perjuangan itu dimaksudkan untuk mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan untuk menentukan nasib mereka sendiri di tanah mereka tanpa rasa takut, serta menginginkan pemerintah dari rakyat, untuk rakyat, oleh rakyat.

"Jadi apa yang kita coba di Myanmar adalah demi mewujudkan hidup yang lebih baik, dan kami percaya bahwa cara terbaik untuk melakukannya adalah melalui demokrasi," katanya. Namun, lanjut Suu Kyi, demokrasi itu harus sesuai dengan karakteristik bangsa Myanmar.

Dalam video tersebut, Suu Kyi juga meminta perjuangan untuk memperkuat masyarakat sipil agar mendapatkan dukungan yang memadai. Suu Kyi pun berharap di masa mendatang tercipta dunia yang lebih baik dimana hak asasi manusia menjadi dasar dari dunia yang berkeadilan itu.

"ASEAN sangat penting bagi masa depan kita. Kami berharap kami juga sangat penting bagi bangsa-bangsa (di rumpun) ASEAN," katanya.

Ia mengatakan, ASEAN diharapkan tumbuh menjadi lebih kuat di masa mendatang, dan dunia memandang kagum negara-negara di ASEAN. Video Suu Kyi berdurasi hampir lima menit itu ditayangkan setelah ACSC/APF 2011 dibuka Wakil Presiden RI Boediono, di Hotel Ciputra.

Perwakilan PBB untuk Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs), Erna Witoelar, mengatakan, penayangan video Aung San Suu Kyi ini sangat penting. "Kami, masyarakat sipil, merasa bahwa silaturahmi antarmasyarakat penting dengan menampilkan video Suu Kyi," katanya setelah penayangan video tersebut.

Ketika ditanya tentang adanya pihak yang keberatan terhadap penayangan video ini, Erna Witoelar dan Ketua Panitia Pengarah ACSC/APF 2011, Indah Suksmaningsih, tidak menjawab pertanyaan tersebut. Penayangan video Suu Kyi itu sendiri disambut antusias para peserta ACSC/APF 2011.

ACSC/APF 2011 yang diikuti 1.330 orang dari 10 negara ASEAN serta sejumlah negara lain seperti Timor Leste, China, Jepang, Korea Selatan, Swedia, dan Belanda itu berlangsung hingga 5 Mei.

Forum ini merupakan kegiatan tahunan masyarakat sipil yang mengikuti jadwal Keketuaan ASEAN untuk bertukar ide dan memberikan masukan kepada para pemimpin serta para pembuat kebijakan di negara-negara anggota ASEAN.

Selain Myanmar dan Indonesia, delapan negara anggota ASEAN lainnya adalah Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, dan Vietnam.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement