REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemilik suara sah kongres PSSI yang tergabung dalam kelompok 78 menyatakan hanya akan memilih calon Ketua PSSI yang mampu secara finansial. K-78 beralasan, kemampuan finansial adalah syarat mutlak untuk menghindari sepak bola kembali menggunakan dana APBD.
Selain berkocek tebal, mereka pun butuh sosok ketua yang menggandrungi dan cinta sepak bola. “Ketua PSSI nantinya harus mampu. Dia harus bisa menggerakkan roda kompetisi secara mandiri jangan dengan APBD,” ujar anggota Kelompok 78 Saleh Mukadar dalam konferensi pers di Jakarta.
Dia menilai, calon yang sempat maju dalam kongres PSSI 20 Mei lalu tidak ada yang memenuhi persyaraat tersebut. Semua calon dinilai tidak berpengalaman dalam mengelola klub sepak bola yang minus dana APBD. “Karena itu kami kira hanya Arifin Panigoro dan George Toisutta-lah yang pantas maju dan memenuhi persyaratan itu,” ujar pria yang juga pernah menjadi pengurus klub Persebaya Surabaya.
Saleh mengaku bahwa kelompoknya pun akan mengapresiasi jika ada calon alternatif muncul asalkan memiliki kedua prasyarat tersebut. Dengan lantang, dia mengaku bisa mengalihkan dukungannya kepada Nirwan Bakrie asalkan pengusaha papan atas itu bersedia maju dan bebas dari sanksi FIFA. “Hanya sedikit orang berduit yang mau berkorban demi sepak bola, salah satunya pak Nirwan. Kalau seandainya dia maju, kami memiliki alternatif dalam pemilihan,” katanya.
Nirwan sendiri masih dalam status tekena sanksi larangan mencalonkan diri dari FIFA bersama George dan Arifin. Ketiganya dinilai terlibat dalam polemik dan konflik di persepakbolaan Indonesia.
Pandangan K-78 langsung menuai kritik dari sejumlah pihak. Mantan Menpora, Adhyaksa Dault menilai, sepak bola Indonesia seharusnya tidak menggunakan pendekatan uang, melainkan rasa kebangsaan. “Sudah-lah jangan berpolemik terus. Kalau ada niatan baik harusnya memikirkan nasib sepak bola itu sendiri bukan kelompok,” tuturnya.
Kritik pun muncul dari masyarakat pencinta sepak bola karena sudut pandang uang digunakan sebagai prasyarat Ketua PSSI. Mereka menganggap Ketua Sepak Bola bukan-lah pihak yang harus menyuapi klub yang umumnya dikelola oleh K-78 itu dengan uang, melainkan K-78 itu sendiri yang harus berbenah diri dan mengembangkan potensi keuangan klub.
“Itu sama saja bohong. Intinya pengurus klub tetap menyedot uang bedanya yang satu dari APBD yang satu dari ketuanya. Selama orang-orang yang berpikir seperti ini masih ada di persepakbolaan Indonesia, maka sepak bola nasional tidak akan maju,” ujar salah satu supporter sepak bola, Husein Sibt.