REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komite Normalisasi PSSI akan mulai melakukan persiapan untuk menggelar Kongres Luar Biasa, Senin (6/6). Komite Normalisasi juga akan melakukan safari untuk berkomunikasi dengan pihak-pihak yang bersilang pendapat.
Ketua Komite Normalisasi, Agum Gumelar, mengatakan, pihaknya akan melakukan rapat untuk menentukan waktu dan tempat Kongres Luar Biasa pada awal pekan depan. "Kongres sebelum 30 Juni itu tawaran terakhir. Agar 1 Juli terbebas dari sanksi. Jadi, kita tidak boleh gagal lagi," kata dia, di Jakarta, Jumat (3/6).
Karena itu, Agum akan segera berkomunikasi dengan George Toisutta dan Arifin Panigoro. Langkah itu dilakukan agar Kongres yang digelar sebelum 30 Juni berlangsung tanpa hambatan. Sehingga, Indonesia tidak menerima sanksi dari FIFA. "Kita akan berkomunikasi dengan semua pihak, termasuk . Tanpa komunikasi sulit ditumbuhkan rasa pengertian," dia.
Kongres PSSI pada 20 Mei lalu berujung tanpa hasil atau deadlock. Sebab, Kelompok 78 tetap ngotot mengusung George dan Arifin. Padahal, FIFA melarang keduanya bersaing dalam pemilihan pengurus PSSI.
FIFA memberi kesempatan kedua kepada Indonesia untuk menggelar Kongres memilih pengurus PSSI periode 2010 sampai 2015. Komite Normaliasi harus menggelar kongres sebelum 30 Juni. Jika tidak, maka FIFA akan langsung mengenakan sanksi pada Indonesia.
Selain menggelar Kongres, Komite Normalisasi juga harus menyelesaikan mengenai Liga Primer Indonesia (LPI). FIFA meminta liga bentukan Arifin itu dibubarkan atau berada dalam kordinasi PSSI.
Komite Normalisasi sudah menyatakan LPI berada di bawah kordinasi PSSI hingga musim perdana berakhir. Nasib LPI selanjutnya akan diputus dalam Kongres.
Agum mengatakan, FIFA meminta penegasan mengenai status LPI. "Untuk segera dimasukan dalam sistem atau dihentikan kegiatan," kata dia. Komite Normalisasi sudah menulis surat kepada LPI mengenai hal ini.
Juru bicara George-Arifin, Halim Mahfudz, bersikukuh, FIFA menerima informasi yang salah dari beberapa sumber di Indonesia mengenai persepakbolaan Tanah Air. Hal itu sesuai dengan pertemuan dua delegasi Gerakan Reformasi Sepak bola Nasional Indonesia (GRSNI), Farid Rahman dan Hadi Basalamah, dengan Sekretaris Jendral FIFA, Jerome Valcke, Sabtu (28/5).
Kepada Valcke, delegasi GRNSI menjelaskan tentang kondisi persepakbolaan Indonesia, termasuk kejadian pada Kongres 20 Mei. "Jerome Valcke beberapa kali terkejut karena informasi yang disampaikan delegasi GRNSI bertentangan dengan informasi dari Komite Normalisasi," ujar dia.
Halim mengatakan, Valcke juga menyampaikan kalau FIFA tidak pernah memberikan ancaman sanksi setelah Kongres pada 20 Mei gagal menemui hasil. FIFA tidak pernah mengagendakan sanksi itu dalam sidang Komite Eksekutif FIFA. "Frank van Hattum juga menegaskan hal serupa," kata dia.
Halim mengklaim, Valcke juga menyatakan kalau FIFA berniat untuk mengubah komposisi Komite Normalisasi. Namun, ada upaya mempertahankan komposisi KN yang gagal melaksanakan Kongres. "Upaya itu datang dari Ketua KONI, Rita Subowo," ujar dia.
Halim menuding, sepak terjang Komite Normalisasi melakukan pemutarbalikan fakta juga terlihat dengan keberadaan Dali Taher yang berasal dari kepengurusan Nurdin Halid di Zurich, Swis. Karena itu, FIFA akan memonitor kinerja Komite Normalisasi melalui konsultasi dengan Federasi Sepak bola AFC.