REPUBLIKA.CO.ID, YANGON - Tokoh pro-demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi akan mengadakan lagi putaran pembicaraan dengan pemerintah dukungan militer baru, kata juru bicaranya pada hari Kamis (29/9), setelah ada tanda-tanda mencairnya hubungan mereka.
Pertemuan Jumat dengan menteri perburuhan Aung Kyi di Yangon akan menjadi pertemuan ketiga sejak peraih Hadiah Nobel Perdamaian itu dibebaskan dari penahanan rumah selama tujuh tahun berturut-turut pada November lalu, tak lama setelah pemilu mendapat kritikan secara luas.
Pemimpin oposisi ini juga bertemu dengan Presiden Thein Sein - mantan perdana menteri junta - di ibu kota Naypyidaw bulan lalu, salah satu dari beberapa tanda sementara bahwa rezim ingin mendekati lawan-lawannya.
Myanmar sekarang diperintah oleh satu pemerintahan sipil namun nominal jajarannya diisi mantan para jenderal. Negara ini pun masih memiliki sekitar 2.000 tahanan politik.
Dalam wawancara dengan AFP awal bulan ini, Suu Kyi mengatakan sudah ada "perkembangan positif" di Myanmar, tetapi menambahkan bahwa tidak jelas apakah Thein Sein akan mampu melaksanakan janji reformasinya.
Juru bicaranya, Nyan Win, mengatakan Jumat Suu Kyi bertemu dengan Aung Kyi - mantan penghubung antara Suu Kyi dan junta - akan berlangsung di Wisma Tamu Negara. Tetapi ia tidak memberikan informasi tentang apa yang mungkin dibicarakan.
Pemimpin pembangkang partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), 66 tahun, ini memenangkan pemilu 1990 tetapi tidak pernah diizinkan untuk mengambil kekuasaan oleh rezim militer saat itu.
Bulan lalu, putri pahlawan kemerdekaan Myanmar Jenderal Aung San itu mulai melakukan perjalanan pertamanya tanpa hambatan untuk kegiatan politik di luar kota sejak dibebaskan dari tahanan rumah, dan menemui ribuan pendukungnya. Masyarakat internasional telah menyerukan sejumlah reformasi di Myanmar termasuk membebaskan tahanan politik dan mengakhiri pelanggaran hak asasi, terutama terhadap etnis minoritas.