REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - "Kami diberitahu bahwa mereka semua bersalah ... bahwa mereka adalah yang terburuk dari yang terburuk," kata Brandon Neely, mantan sipir penjara militer AS, tentang para tahanan yang tiba di Teluk Guantanamo, Kuba.
Propaganda tak berhenti sampai di situ. "Kami diberitahu bahwa orang-orang itu, semua dari mereka, telah membantu merencanakan serangan 11 September atau yang tertangkap basah di medan perang, membawa senjata melawan tentara Amerika ... Ini adalah orang-orang yang akan membunuh Anda dalam sekejap jika Anda kembali pada mereka."
Pada bulan Juni 2000, Neely, sekarang 31, terdaftar selama lima tahun sebagai seorang perwira polisi militer. Dia pergi pada musim panas ke Fort Leonard Wood, Missouri untuk pelatihan dan ditugaskan ke Fort Hood, Texas setelah lulus. Pada awal Januari 2002, Neely naik pesawat ke Teluk Guantanamo, di mana ia akan ditempatkan selama enam bulan ke depan. Dia telah mengajukan diri untuk penempatan yang ia tidak tahu sebelumnya tentang lokasi tugas barunya.
"Saya sedang tidur di barak saya suatu pagi Mereka mengetuk pintu saya dan ... memberitahu tentang ada dua penempatan baru," katanya. Neely setuju untuk ditugaskan dan kemudian pergi keluar dengan teman-temannya malam itu. Hari berikutnya, ia diberitahu bahwa ia akan ditempatkan di Guantanamo. "Saya agak marah karena aku akan pergi ke Guantanamo, bukan garis depan perang," kenang Neely.
Ia tak pernah membayangkan akhirnya akan bertemu para teroris, setidaknya begitu pemerintahnya melabeli mereka. "Kedengarannya lucu dan benar-benar naif. Saya agak terkejut bahwa banyak dari mereka sangat kecil badannya dan kurang gizi," ujarnya.
Atasannya mengatakan bahwa ia akan ditempatkan fasilitas penahanan. "Kami diberitahu dalam beberapa menit pertama di Gitmo bahwa ini adalah fasilitas penahanan dan Konvensi Jenewa tidak berlaku di sini. Tidak ada panduan militer, dan tak ada prosedur operasi standar." (Bersambung).