REPUBLIKA.CO.ID, Nama Sayyid Sabiq tidak bisa dilepaskan dari ilmu fikih. Salah satu disiplin ilmu dalam kajian studi Islam inilah yang menjadikannya sebagai salah satu tokoh Muslim dunia berpengaruh saat ini.
Lahir di Mesir, pada tahun 1915, ia dikenal sebagai ulama yang mempunyai otoritas akademis dalam bidang fikih. Selain dikenal sebagai ulama fikih, masyarakat Muslim dunia juga mengenal Sayyid sebagai salah satu tokoh gerakan Islam terbesar di dunia, Ikhwanul Muslimin.
Awal perkenalannya dengan Ikhwanul Muslimin terjadi ketika ia menempuh pendidikan tinggi di Universitas Al-Azhar di fakultas syari’ah. Pada saat bergabung dengan Ikhwanul Muslimin inilah Sayyid mulai menekuni dunia tulis menulis.
Tulisannya dimuat di berbagai majalah terbitan Mesir, termasuk majalah mingguan milik gerakan Ikhwanul Muslimin. Di majalah ini, ia menulis artikel ringkas mengenai Fiqih Thaharah.
Karena keaktifannya dalam dakwah, tak heran jika pimpinan Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna, mengangkat Sayyid sebagai salah satu orang kepercayaannya. Pada tahun 1948, ia bersama dengan anggota Ikhwanul Muslimin lainnya ikut serta dalam perang Palestina melawan penjajah Israel. Akibatnya, ia dipenjara di bawah tanah pada 1949-1950. Setelah bebas, Sayyid Sabiq kembali ke Al-Azhar dan mendalami bidang dakwah.
Kemudian pada tahun 1951, ia memutuskan bekerja di Kementerian Awqaf Mesir. Di Kementerian Awqaf, Sayyid menempati posisi puncak hingga menjadi Wakil Kementerian Awqaf. Pada 1964, Sayyid hijrah ke Yaman, dan kemudian menetap di Arab Saudi. Di sini ia mengajar mata kuliah Dakwah dan Ushuluddin di Universitas Ummul-Qura selama lebih dari 20 tahun.
Sayyid Sabiq termasuk orang yang banyak mengembara untuk menyampaikan dakwah. Banyak negara yang dikunjunginya termasuk Indonesia, Inggris, negara-negara bekas Uni Soviet dan seluruh negara Arab. Aktivitas dakwah juga ia lakukan di lingkungan tempat tinggalnya, dengan mengadakan pengajian rutin di rumahnya. Pengajian yang diadakan untuk kaum wanita dan kalangan yang telah berumah tangga dibedakan harinya dengan pengajian untuk kaum laki-laki.
Kegigihannya dalam menyampaikan dakwah juga terlihat manakala ia menjalani masa tahanan di penjara. Ketika berada dalam penjara, beliau dengan lantang dan bersemangat menerangkan hukum fikih dan agama kepada para tahanan politik yang ditangkap bersamanya. Tidak hanya para tahanan, petugas penjara yang mengawal mereka turut mengikuti kuliah tidak resmi sang ulama dari balik jeruji besi penjara.
Dalam setiap dakwahnya, dia selalu menyerukan agar umat Islam bersatu, merapatkan barisan, dan tidak berpecah belah yang dapat menyebabkan umat menjadi lemah. Ia juga mengajak agar membentengi para pemudi dan pemuda Islam dari upaya-upaya musuh Allah dengan membiasakan mereka beramal islami, memiliki kepekaan, memahami segala permasalahan kehidupan serta memahami Alquran dan As-Sunnah.