Senin 20 Feb 2012 16:35 WIB

Yusuf A Bonner: Calon Biarawan yang Menemukan Kebenaran Islam (Bag 1)

Rep: Devi Anggraini Oktavika/ Red: Heri Ruslan
Yusuf Abdullah Bonner
Foto: googleusercontent.com
Yusuf Abdullah Bonner

REPUBLIKA.CO.ID,  Empat tahun lalu, setelah mengucapkan dua kalimah syahadat, Yusuf Abdullah Bonner membaca Alquran dan menunaikan shalat secara sembunyi-sembunyi di sebuah biara yang telah menjadi rumahnya selama sepuluh tahun. Ketika itu, ia mengaku cemas keislamannya akan diketahui para biarawan.

Rasa takut lenyap dalam dirinya setelah ia membaca terjemahan surah al-Hadid ayat 27, "Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya atas mereka akan tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya."

“Setelah membaca ayat itu, aku tahu bahwa aku tidak bisa terus bekerja di sana (biara). Subhanallah," ujar pria yang kini menjadi aktivis dakwah di Inggris itu.

Bonner pun memutuskan untuk meninggalkan biara. Ia berkhidmat menjadi aktivis dakwah  dan membantu para 'pendatang baru' (mualaf) ke jalan Islam yang benar.

Bonner dilahirkan di Fulham, London, tanpa keyakinan dan pendidikan berbau agama. Meski tak mengenal agama, sejak kecil ia mengaku memiliki satu perasaan yang samar namun menggema di dadanya. "Bahwa ada Tuhan yang selalu melindungiku."

Perasaan itu membuatnya serius berpikir tentang agama dan spiritualitas saat mulai berusia 20 tahun. Berbagai filosofi yang dinilainya aneh sekaligus mengagumkan diamatinya hingga sepuluh tahun berikutnya.

"Namun kuakui, pada awalnya pemikiran itu sering teralihkan oleh hal-hal duniawi," katanya.

Hingga kemudian ketika Bonner semakin serius mengamati segala bentuk spiritualitas itu, ia mendalami banyak konsep seperti "Neo-Paganisme" (paham yang merepresentasikan keberadaan dan kekuatan Tuhan dengan materi fisik, misalnya berhala) dan gerakan yang menyertainya, hingga meditasi Budha. Pada masa tersebut, Bonner mencoba melihat ke masa lalu dan menyadari bahwa sejauh itu ia tertarik filosofi-filosofi pagan karena ia membenarkan segala hasrat duniawi dan juga egoisme.

"Aku tak membutuhkan terlalu banyak waktu untuk berada dalam paham dan filosifi itu, dan aku segera melanjutkan pencarianku menemukan kebenaran," kata Bonner, yang setelah itu memutuskan mempelajari agama lain. Ia berusia 30 tahun saat mulai mempelajari ajaran Buddha.

Selama beberapa tahun setelahnya, ia mencoba mempraktikkan meditasi Buddha di berbagai sekolah Buddha dan merasa terpanggil untuk kembali melanjutkan pencariannya.

"Aku sadar aku belum menemukan kebenaran waktu itu."

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement