REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Rencana pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) per Mei 2012 menuai protes sejumlah kontraktor listrik di Indonesia seiring dampak pasca kebijakan tersebut bisa menimbulkan efek domino bagi perekonomian nasional.
"Kami tegas menolak rencana pemerintah menaikkan TDL 10 persen. Apalagi, dengan ketersediaan listrik di Tanah Air belum sesuai harapan pasar kelistrikan," kata Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Kontraktor Listrik Nasional (Aklinas) Jatim, Tri Prakoso, di Surabaya, Rabu malam.
Penolakan tersebut, jelas dia, juga disebabkan sampai sekarang tolak ukur Pemerintah Pusat yang dijadikan dasar kenaikan TDL tidak pernah jelas dan terukur.
"Mereka hanya beralasan ingin mengurangi beban subsidi TDL yang dinilai semakin membengkak akibat besarnya biaya produksi," ujarnya. Di sisi lain, sebut dia, selama ini banyak cara untuk menekan biaya subsidi PLN. Selain itu, terjadinya situasi tersebut dipicu tidak adanya audit energi secara nasional oleh pemerintah.
"Akibatnya, tolok ukur pengurangan subsidi hanya dengan menaikkan TDL," tegasnya. Padahal, tambah dia, dengan melakukan audit energi maka pemerintah akan mengetahui potensi sumber listrik yang bisa dikembangkan di pelosok Nusantara.
"Apabila di daerah tersebut memiliki potensi angin maka bisa dikembangkan untuk bahan pembangkit listrik tenaga angin. Jika potensinya air atau ombak, bisa dikembangkan pembangkit listrik tenaga mikro hidro," katanya.