Kamis 29 Mar 2012 05:49 WIB

Kawasan Sudan Memanas, Israel Justru Menikmati Hasilnya

sudan selatan
sudan selatan

REPUBLIKA.CO.ID, Bentrokan antara Sudan dan Sudan Selatan akhir-akhir ini telah memunculkan berbagai dimensi baru bagi kedua negara. Tampaknya perselisihan dan masalah transit minyak telah mempersulit terciptanya perdamaian yang stabil di antara kedua belah pihak.

Sengketa terkait kepemilikan wilayah kaya minyak di perairan, di mana 70 persen dari sumber minyak terkandung di daerah itu, dianggap sebagai poros utama munculnya ketegangan antara Sudan dan Sudan Selatan. Masalah transit minyak Sudan Selatan yang melalui berbagai pusat ekspor Sudan, juga menjadi masalah lain yang menambah api ketegangan dan bentrokan di antara kedua negara tersebut.

Pemerintah Sudan Selatan tidak bersedia membayar uang sebagai ganti perizinan transit minyaknya melalui Sudan. Kerasnya bentrokan di antara kedua negara itu terjadi ketika sebelumnya para pakar politik telah memperingatkan akan kemerdekaan Sudan Selatan dan hal itu dinilai sebagai penghalang jalannya pembangunan kedua negara tersebut.

Ketegangan antara Juba dan Khartoum terus meningkat. Beberapa hari lalu, jet-jet tempur Sudan membombardir ladang-ladang minyak Sudan Selatan. Bentrokan juga telah menyebabkan dibatalkannya kunjungan Presiden Sudan Omar Hassan Ahmad al-Bashir ke Sudan Selatan.

 Terkait itu, Sudan Selatan sebagai balasan dan langkah provokasi, telah membuka kedutaan besarnya untuk Israel di Baitul Maqdis, bukan di Tel Aviv. Oleh sebab itu, langkah tersebut juga dapat disimpulkan bahwa Sudan Selatan menempatkan dirinya dalam front untuk menentang dunia Arab dan Islam.

Sementara itu, rezim Zionis Israel menyambut pembukaan Kedutaan Besar Sudan Selatan di Baitul Maqdis dan mendukung langkah tersebut. Israel mengumumkan bahwa 1500 warga Sudan Selatan yang tinggal di Palestina pendudukan akan dilatih di berbagai bidang. Perluasan hubungan antara  Tel Aviv dan Juba adalah tujuan rezim Zionis sejak awal.

Sambutan Tel Aviv terhadap kunjungan Presiden Sudan Selatan Salva Kiir ke Israel pada bulan Desember tahun lalu adalah dalam rangka perluasan hubungan tersebut. Para pejabat Zionis mengumumkan bahwa setelah bertahun-tahun memberikan bantuan militer kepada pemberontak di selatan Sudan, maka waktu untuk menikmati hasil dari bantuan tersebut telah tiba. Pernyataan itu menunjukkan bahwa rezim Zionis memiliki peran besar terhadap pemisahan wilayah Sudan, di mana terpecah menjadi Sudan dan Sudan Selatan.

Israel memiliki andil besar di semua bidang di Sudan Selatan, baik di sektor pemerintah maupun swasta. Tel Aviv terus meningkatkan hubungan dengan Juba. Hal itu dilakukan karena rezim ini sedang mengejar berbagai tujuan dan ambisi dalam hubungan tersebut.

Dengan menyebarkan pengaruhnya di Sudan Selatan, maka Israel akan mampu menguasai sebagian cabang sungai Nil. Dengan begitu Tel Aviv akan menguasai sumber-sumber kekayaan negara yang baru merdeka tersebut, sehingga pengaruh Israel di benua Afrika akan meningkat.

sumber : IRIB/IRNA
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement