REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat sepak bola, Budiarto Shambazy mengatakan bahwa PSSI yang dibentuk Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) hanya sebatas maneuver untuk mengacaukan sepak bola Indonesia.
Menurutnya, dari AFC hingga FIFA tidak pernah mengakui Kongres PSSI yang digelar di Ancol. Sekalipun “berkoar” sebagai satu-satunya PSSI yang sah, publik bisa mengetahui bahwa La Nyala Matalitti cs hanyalah berdiri di sebuah organisasi illegal.
“Mereka boleh ngaku-ngaku. Tapi faktanya kita harus jujur bahwa mereka bukan siapa-siapa,” ujar Bodiarto.
Lebih lanjut dia pun memandang langkah KPSI sejak awal sudah salah. Dengan membentuk sebuah lembaga baru di luar federasi, maka FIFA sudah mengetahui bahwa tindakan KPSI illegal. Karena itu, Budiarto menilai PSSI versi KPSI hanya mencari sensasi, tanpa memikirkan nasib sepak bola Indonesia.
“Pada akhirnya kita mengetahui bahwa serangan-serangan yang selama ini mereka lakukan terhadap PSSI Djohar Arifin hanya berisi retorika kosong,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua PSSI versi KPSI La Nyalla Matalitti menepis anggapan bahwa keputusan Exco FIFA menegaskan legitimasi Djohar Arifin sebagai ketua PSSI. Sebaliknya, kata dia, PSSI Djohar telah tamat bila merujuk hasil Kongres KPSI di Ancol.
"Kami akan jelaskan pada FIFA dan AFC tentang duduk persoalan sebenarnya. Hasil Kongres Solo itu mengacu pada Kongres Bali. Dan Kongres Mercure (Ancol) itu pesertanya anggota asli yang juga ikut Kongres Solo," ungkap La Nyalla saat dihubungi wartawan.
Dia pun meminta Djohar untuk membuktikan jikalau keputusan exco FIFA ditujukan pada PSSI Djohar Arifin. "Coba dia buktikan kalau memang FIFA mengakui. Harusnya dalam keputusan exco itu namanya PSSI Djohar disebut. Jadi PSSI Djohar sudah tamat," katanya.
La Nyalla memandang PSSInya lah yang berhak menjalankan rekomendasi soal rekonsiliasi. Karena itu PSSI versi KPSI akan segera mencoba menarik empat klub IPL yang dinilai bermain di liga breakaway. "Kami akan rangkul empat klub IPL Persiba Bantul, Semen Padang, Persiraja Banda Aceh, dan Persijab,"