Jumat 13 Apr 2012 16:48 WIB

Kelompok P5+1 Pesimis Iran Hentikan Program Nuklirnya

Rep: Lingga Permesti/ Red: Karta Raharja Ucu
Kelompok P5+1 dan Iran bakal melakukan pertemuan di Istanbul, Turki, Sabtu (14/4) guna membahas program nuklir Iran.
Kelompok P5+1 dan Iran bakal melakukan pertemuan di Istanbul, Turki, Sabtu (14/4) guna membahas program nuklir Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Cina, Prancis, dan Rusia plus Jerman (kelompok P5 +1) menyatukan barisan untuk menekan Iran agar mau menghentikan program nuklirnya. Desakan itu akan dilakukan kelompok P5 +1 saat pertemuan dengan Iran di Istanbul, Turki, Sabtu (14/4).

The Washington Post melaporkan, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Ryabkov tak yakin Iran bakal serius dalam pertemuan yang beragendakan membicarakan program nuklir Teheran. "Kami benar-benar tidak memiliki pandangan Iran akan membawa pembicaraan ini menjadi negosiasi yang serius," kata Sergey Ryabkov.

Pendapat berbeda dilontarkan seorang pejabat senior AS yang terlibat dalam diskusi. Ia mengaku sedikit optimis Iran bakal serius dalam pembicaraan nanti. "Semua sepakat dalam prinsip-prinsip inti dan perundingan sebagai suatu yang transparan," katanya.

Sebelumnya, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy dan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama mendesak Iran untuk serius menghadapi pembicaraan nuklir di Istanbul. Mereka juga meminta Iran untuk menghentikan program nuklirnya.

Sarkozy dan Obama menyatakan hal tersebut melalui konferensi video. "Kedua presiden bertekad untuk menerapkan sanksi tegas jika Iran menolak kewajiban internasional dan resolusi DK PBB mengenai program nuklirnya," dalam sebuah pernyataan, Kamis (12/4).

Di tempat terpisah, Menteri Luar Negeri AS, Hillary Cinton, juga mendesak Iran menjawab kekhawatiran internasional atas program nuklirnya. Menurut Clinton, pembicaraan di Istanbul merupakan kesempatan bagi Iran untuk mengatasi ketidakpercayaan internasional.

Di sisi lain, Iran berharap semua pihak berkomitmen untuk berdialog secara komprehensif dan membangun kembali keyakinan dan kepercayaan. Menteri Luar Negeri Iran, Ali Akbar Salehi, mengatakan, penyelesaian nuklir Iran memang tidak bisa diselesaikan dalam semalam.

"Tanda lain saling menghormati adalah keinginan dan kesiapan untuk baik memberi dan menerima, tanpa prasyarat," katanya.

Ali Akbar berpendapat, jika tujuan dialog bukan untuk menyelesaikan perbedaan, maka, kepercayaan tidak akan terjadi. Namun, pernyataan Ali Akbar yang mewakili Iran dicap sebagai sandiwara politik.

Iran sendiri sedang dihadapi masalah serius, yakni sanksi ekonomi, pengetatan perbankan internasional dan ancaman serangan Israel dan AS. "Kita tidak akan berprasangka sebelum mereka mulai pembicaraan," sebut juru bicara Gedung Putih Tommy Vietor.

Dikatakan Vietor, seluruh dunia harus bersatu menentang bom nuklir Iran. Ia juga menegaskan, dunia saat ini mencatat Iran menghadapi sanksi terberat sebagai konsekuensi dari program nuklirnya.

Negeri Paman Sam bersama sekutunya menilai Iran telah memanfaatkan fasilitas pengayaan uranium untuk membangun senjata nuklir. Tetapi, Pemerintahan Iran membantah tudingan tersebut. Iran berulang kali menyatakan fasilitas nuklir mereka dibangun untuk kepentingan damai seperti pembangkit listrik dan kebutuhan medis. Untuk itu, pengayaan uranium dilakukan sampai 20 persen.

Iran tidak lagi memiliki kepentingan untuk memperoleh bahan bakar nuklir yang telah diperkaya hingga 20 persen dari negara lain, karena Iran telah berhasil membuat investasinya sendiri.

Sinyal Iran dalam beberapa hari terakhir muncul sebagai gerakan yang diperlukan untuk memecah kebuntuan nuklir. Tapi kemungkinan dalam pembicaraan di Istanbul nanti, opsi yang ditawarkan Iran hanya sebagai tawaran pembuka. Bahkan, Iran telah mengusulkan tempat untuk pertemuan putaran kedua di Baghdad, Irak, jika pertemuan pertama di Istanbul deadlock.

sumber : AP/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement