REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Chelsea beruntung memiliki pria Italia bernama Roberto Di Matteo di kursi kepelatihnya. Karena dari tangan dialah strategi catenaccio (pertahanan grendel) ala Italia diterapkan secara sempurna oleh the Blues ketika menekuk Barcelona 1-0 di Stamford Bridge, Kamis (19/4) dini hari WIB.
Sepanjang 90 menit laga semifinal leg pertama itu, Chelsea seakan menjelma seperti tim Italia yang mengandalkan pertahanan bertumpuk untuk menahan gempuran tim Katalan. Hasilnya Chelsea mampu menahan 24 tendangan ke gawang Barcelona. Sebaliknya satu peluang Chelsea sepanjuang 90 menit pertandingan, berbuah gol kemenangan yang dilesakkan Didier Drogba tepat di penghujung pertandingan babak pertama.
Yang membuat mata pecinta sepak bola terbelalak adalah kenyataan Chelsea menang hanya dengan penguasaan bola sebesar 21 persen sepanjang pertandingan! Sebuah catatan yang hanya pernah dibukukan timnas Italia saat mengalahkan Belanda di semifinal Piala Eropa 2000.
Sekalipun mengusung sepak bola negatif, para pendukung Chelsea tetap puas dengan kemenangan 1-0 di leg pertama semifinal Liga Champions. Bagi mereka kemenangan ini jadi pembalasan setimpal atas semifinal Liga Champions 2009. Walhasil, para pendukung Chelsea langsung mengadakan pesta meriah usai wasit Felix Brych meniup pluit panjang pertandingan.
“Ini adalah hasil luar biasa untuk kami,” kata Di Metteo seusai laga seperti dikutip Goal.com. Pria yang sebelumnya menjadi asisten Andre Villas Boas itu mengaku dirinya sengaja menerapkan strategi bertahan selama 90 menit.
Menurutnya, hanya dengan cara bertahanlah serangan bergelombang Barcelona bisa dibendung. “Saya sengaja menerapkan pola bertahan. Saya melihat permainan Real Madrid dan Milan yang juga mampu mengimbangi permainan Barcelona dengan bermain cara itu (bertahan),”
Di Matteo mengaku, timnya beruntung malam itu karena mampu mencetak gol dari sedikitnya peluang yang didapat. Gol Drogba, kata dia, merupakan bukti Chelsea punya potensi untuk melangkah ke final Liga Champions. “Kenyataannya kini kami mampu mencetak gol, sedangkan Barcelona tidak. Ini sebuah keuntungan besar bagi kami,” ujar pelatih yang sempat menangani West Bromwich Albion itu.
Namun ia enggan sesumbar Chelsea akan mampu menyingkirkan Barcelona di Nou Camp. Menurutnya, pertandingan masih akan sangat alot sehingga kedua tim memiliki peluang yang sama untuk lolos ke final. “Saya kira laga semifinal ini masih terbuka lebar. Peluangnya 50: 50,” imbuh dia.
Di pihak Barcelona, kekalahan ini jadi yang pertama bagi tim Katalan di Liga Champions musim ini. Uniknya, kekalahan terakhir Barcelona juga terjadi di Kota London kala mereka ditekuk Arenal 1-2 di perdelapanfinal Liga Champions 16 Februari 2011 lalu. London pun seakan menjadi lokasi kesialan bagi tim Katalan.
Kesialan Barca tampak ketika dua peluang emas mereka menghantam tiang gawang Chelsea. Salah satunya bahkan terjadi di detik terakhir petandingan. “Kami mencatat 24 peluang tapi tidak satu pun berbuah gol karena seluruh pemain Chelsea bertahan. Saya tidak bisa membayangkan partai kedua di Nou Camp bila Chelsea menumpuk 10 pemainnya untuk bertahan,” sindir pelatih Barcelona Josep Pep Guardiola.
Menurut Pep, Chelsea kini pantas diunggulkan untuk lolos ke partai final. Namun pelatih 41 tahun itu tetap mengindikasikan timnya akan bermain ultra-ofensif di putaran kedua untuk melesakkan sebanyak-banyaknya gol ke gawang Petr Cech. “Kami harus mengambil resiko di putaran kedua nanti,” tegas Guardiola.
Sementara kiper El Barca, Victor Valdes tidak kalah yakin timnya mampu membalas kekalahan atas Chelsea di leg kedua. Baginya kemenangan Chelsea malam itu hanya faktor keberuntungan. “Kami akan menang dengan cara bermain kami sendiri. Saya opimis tim ini bisa membalikkan ketertinggalan,” ujarnya.