REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Dewan Transisi Nasional (NTC) Libya mengamandemen undang-undang perpolitikan Libya. Dalam amandemen tersebut Libya akhirnya melarang partai politik yang berbasis agama, suku atau etnis tertentu dalam menjalankan perpolitikan dan pemilu.
Panitia Nasional NTC membacakan perundangan baru tersebut, Rabu (2/5). "Ini telah berlaku di setiap partai atau organisasi politik akan mengikuti hukum seperti sekarang," kata Salwa Al-Dgheily, anggota Dewan Peradilan NTC kepada kantor berita Reuters setelah pertemuan NTC, Rabu (2/5).
Pemilihan umum di Libya akan berlangsung pada Juni untuk memilih majelis perwakilan nasional untuk pertama kalinya. Delapan puluh dari 200 kursi akan masuk ke partai politik, dengan sisanya disediakan untuk calon independen.
Pekan lalu NTC mengatakan partai berdasarkan agama, garis suku atau etnis dipandang sebagai penentang keputusan tersebut. Peraturan ini sontak membuat marah pihak Islam yang akan menghadapi pemilihan pertama setelah runtuhnya rezim Ghadafi pada Juni mendatang.
Analis politik mengatakan apabila larangan itu tidak berlaku. Maka Ikhwanul Muslimin mungkin akan muncul sebagai kekuatan politik yang paling terorganisir di Libya.
Undang-undang baru itu juga memberi hukuman penjara bagi siapa saja yang menentang revolusi Libya pada 17 Februari. Undang-undang yang baru juga akan memenjarakan siapapun yang menghina agama Islam, negara atau lembaga-lembaga negara.
NTC Libya sejak lama telah mengindikasikan akan adanya upaya menjalankan negara dengan hukum Islam usai revolusi Libya. Meski demikian NTC melihat upaya itu tidak akan memiliki tempat dalam sistem hukum dan konstitusi Libya yang baru.