REPUBLIKA.CO.ID, KABUL - Jumlah warga sipil yang tewas dalam perang Afghanistan masih sangat banyak. Meski, dalam empat bulan pertama tahun ini angka korban sipil turun 21 persen," kata Misi Bantuan PBB di Afghanistan, Kamis (31/5).
UNAMA mendesak semua pihak yang berperang untuk melakukan tindakan tambahan guna melindungi warga sipil. Tindakan itu diperlukan terutama saat pasukan Afghanistan secara bertahap mengambil-alih tanggung jawab keamanan dari pasukan NATO pimpinan AS, yang akan meninggalkan negeri tersebut paling lambat pada akhir 2014.
"Bagi rakyat Afghanistan, kredibilitas dan keberhasilan peralihan keamanan kepada pasukan Afghanistan akan diukur oleh berkurangnya korban jiwa sipil dan peningkatan nyata dalam keamanan," kata utusan khusus PBB, Jan Kubis.
Dari 1 Januari sampai 30 April tahun ini, UNAMA mencatat 579 korban tewas di pihak sipil dan 1.216 lagi cedera. Sebanyak 79 persen dari seluruh korban jiwa di pihak sipil disebabkan oleh gerilyawan dan sembilan persen oleh pasukan pro-pemerintah.
Meskipun itu adalah penurunan 21 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, "korban jiwa sipil terus berjatuhan dengan tingkat yang sangat banyak", kata UNAMA di dalam satu pernyataan sebagaimana dikutip AFP --yang dipantau ANTARA di Jakarta, Kamis (31/5) malam.
PBB, yang menyatakan peledak rakitan yang digunakan gerilyawan pimpinan Taliban sebagai pembunuh terbesar --yang merenggut 31 persen dari seluruh korban jiwa di pihak sipil, mendesak gerilyawan agar berhenti menggunakan peledak rakitan.
PBB juga menyeru NATO agar mendedikasikan lebih banyak sumber daya guna menjamin pengelolaan yang efektif dan terpusat dalam bentuk operasi kontra peledak rakitan dan timbunan benda tesebut selama masa peralihan.
Selama lima tahun belakangan, jumlah korban jiwa sipil naik secara tetap hingga mencapai 3.021 pada 2011, dan tidak jelas apakah penurunan tahun ini berkaitan dengan kenyataan bahwa Afghanistan memasuki musim dingin paling beratnya dalam 15 tahun.