Sabtu 02 Jun 2012 18:58 WIB

Fatwa Qardhawi: Hukum Nyanyian dan Musik (1)

Rep: Fatwa-Fatwa Kontemporer/ Red: Chairul Akhmad
Konser musik (ilustrasi).
Foto: flickriver.com
Konser musik (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, Masalah nyanyian, baik dengan musik maupun tanpa alat musik, merupakan masalah yang diperdebatkan oleh para fukaha kaum Muslimin sejak zaman dulu. Mereka sepakat dalam beberapa hal dan tidak sepakat dalam beberapa hal yang lain.

 

Mereka sepakat mengenai haramnya nyanyian yang mengandung kekejian, kefasikan, dan menyeret seseorang kepada kemaksiatan, karena pada hakikatnya nyanyian itu baik jika memang mengandung ucapan-ucapan yang baik, dan jelek apabila berisi ucapan yang jelek.

Sedangkan setiap perkataan yang menyimpang dari adab Islam adalah haram. Maka bagaimana menurut kesimpulan anda jika perkataan seperti itu diiringi dengan nada dan irama yang memiliki pengaruh kuat?

Mereka juga sepakat tentang diperbolehkannya nyanyian yang baik pada acara-acara gembira, seperti pada resepsi pernikahan, saat menyambut kedatangan seseorang, dan pada hari-hari raya. Mengenai hal ini terdapat banyak hadis yang sahih dan jelas.

 

Namun demikian, mereka berbeda pendapat mengenai nyanyian selain itu (pada  kesempatan-kesempatan lain). Di antara mereka ada yang memperbolehkan semua jenis nyanyian, baik dengan menggunakan alat musik maupun tidak, bahkan dianggapnya mustahab. 

Sebagian lagi tidak memperbolehkan nyanyian yang menggunakan musik tetapi memperbolehkannya bila tidak menggunakan musik. Ada pula yang melarangnya sama sekali, bahkan menganggapnya haram (baik menggunakan musik atau tidak).

 

Dari berbagai pendapat tersebut, saya cenderung untuk berpendapat bahwa nyanyian adalah halal, karena asal segala sesuatu adalah halal selama tidak ada nash sahih yang mengharamkannya. Kalaupun ada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, adakalanya dalil itu sharih (jelas) tetapi tidak sahih, atau sahih tetapi tidak sharih.

Kita perhatikan ayat pertama: "Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna…" (QS. Luqman: 6).

 

Ayat ini dijadikan dalil oleh sebagian sahabat dan tabi'in untuk mengharamkan nyanyian. Jawaban terbaik terhadap penafsiran mereka ialah sebagaimana yang dikemukakan Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla. Ia berkata, "Ayat tersebut tidak dapat dijadikan alasan dilihat dari beberapa segi:

 

Pertama, tidak ada hujjah bagi seseorang selain Rasulullah SAW. Kedua, pendapat ini telah ditentang oleh sebagian sahabat dan tabi'in yang lain. Ketiga, nash ayat ini justru membatalkan argumentasi mereka, karena di dalamnya menerangkan kualifikasi tertentu:

 

"Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan…" (QS. Luqman: 6).

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement