REPUBLIKA.CO.ID, BEOGRAD -- Negara-negara Balkan tetangga Serbia memboikot pelantikan presiden baru Serbia, Tomislav Nicolic, Senin (11/6). Pemboikotan ini menyusul pernyataan Nicolic yang menyalakan kembali ketegangan masa perang dan janjinya untuk bergabung menjadi anggota Uni Eropa.
Meskipun diundang, para pemimpin dari Kroasia, Bosnia, Slovenia, dan Macedonia, negara-negara Balkan yang terlibat dalam perpisahan berdarah dari Yugoslavia pada 1990, menjauhi upacara di pusat kota Beograd setelah Nicolic membantah pembantaian Srebrenica. Pembantaian yang terjadi pada 1995 terjadi ketika pasukan Serbia Bosnia membunuh sekitar 8.000 muslim.
Pembantaian terburuk warga sipil di Eropa sejak Perang Dunia II itu dinyatakan sebagai peristiwa pembunuhan massal atau genosida oleh Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) dan Pengadilan Kejahatan Perang PBB. Yugoslavia juga marah mengenai klaim Nicolic mengenai Kota Vukovar adalah kota Serbia. Vukovar adalah sebuah kota yang dihancurkan oleh pasukan Serbia selama perang kemerdekaan Kroasia pada 1990.
Sementara Nicolic dua kali mengatakan, pembantaian 8.000 pria muslim oleh pasukan Serbia di Srebrenica pada tahun 1995 adalah kekejaman, tetapi bukan genosida. Pernyataan baru dari Nicolic itu memicu kekhawatiran bahwa kemenangannya dalam pemilihan presiden pada 20 Mei lalu dapat mengancam rekonsiliasi pascaperang Balkan.
"Saya ingin mengirim pesan ke Nicolic bahwa pernyataannya mengenai Srebrenica dan Vukovar tidak bisa diterima," kata presiden Bosnia, Bakir Izetbegovic, di ibukota Rarajevo. Menurutnya, sangat penting untuk mengirim pesan tersebut untuk Nicolic agar dapat mengubah sikapnya.
Presiden Kroasia Ivo Josipovic secara terbuka memboikot upacara. Para presiden Slovenia dan Macedonia hanya berkata bahwa mereka tidak akan datang. "Ini adalah boikot terorganisir pelantikan presiden Serbia," kata wakil perdana menteri Ivica Dacic,. "Ini merupakan penghinaan bagi Serbia, bukan Tomislav Nikolic,"katanya.
Nikolic merupakan mantan politikus ultranasionalis yang beralih dari antibarat menjadi pro-Uni Eropa. Nicolic semakin melunakkan kebijakan kerasnya terhadap Uni Eropa, NATO dan AS di masa lalu. Nicolic dua kali mengalahkan Boris Tadic dalam pemilu Mei.