REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS-- Tunisia mengekstradisi mantan Perdana Menteri Libya, Baghdadi al-Mahmoudi, ke negara asalnya untuk diadili, setelah menahannya selama delapan bulan, Ahad (24/6). Perdana Menteri sementara Libya, Abdurrahim El-Keib mengatakan bahwa Menteri Kehakiman memmbebaskan Mahmoudi dari penjara.
"Tersangka dalam tahanan polisi peradilan sesuai surat perintah penangkapan kantor jaksa penuntut karena dia melakukan kejahatan terhadap rakyat Libya," kata Keib.
Sementara Presiden Tunisia Moncef al-Marzouki mengecam ekstradisi tersebut. Menurut dia, ekstradisi tersebut merupakan tindakan ilegal karena perdana menteri tak berkonsultasi dengannya.Keputusan ekstradisi ini memicu perbedaan pendapat antara Presiden Tunisa Moncef Marzouki dengan Perdana Menteri Tunisia Hamadi Jebali.
Jebali mengecam ekstradisi tersebut sebagai tindakan ilegal. Pernyataan dari kantor Marzouki mengecam keputusan Jebali untuk mengekstradisi Mahmoudi.
Ia mengatakan seharusnya Jebali berkonsultasi dahulu dengan dirinya. "Presiden Moncef Marzouki tak menandatangani keputusan apa pun.
Keputusan ini akan memiliki dampak buruk bagi hubungan antara presiden dan pemerintah," kata Adnen Manser, penasihat presiden.
Selain itu, keputusan mengekstradisi Al-Mahmoudi dikhawatirkan memengaruhi kebijakan luar negeri yang di luar kendali Presiden Tunisia. "Ekstradisi itu mengancam citra Tunisia di mata dunia internasional. Tunisia terlihat seperti sebuah negara yang tidak menghargai prinsip sistem pengadilan yang adil," lanjut pernyataan kantor Kepresidenan Tunisia.
Mahmoudi menjabat sebagai perdana menteri di Libya saat era Moammar Khadafi. Ia kemudian melarikan diri ke Tunisia saat pemerintahan Khadafi hancur.
Nasib mantan perdana menteri Libya ini menjadi dilema tersendiri bagi pemerintah Tunisia. Sebagai negara Arab pertama yang menggelar revolusi sukses tahun lalu, Tunisia melihat dirinya sebagai negara yang menghargai hak asasi manusia di wilayah tersebut.
Oleh karena itu, Tunisia enggan untuk menyerahkan Mahmoudi ke yurisdiksi di mana, aktivis hak asasi mengatakan, dia tidak mungkin untuk diberikan pengadilan yang adil.