REPUBLIKA.CO.ID, Tak mudah untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagi seorang hamba, anugerah tak terkira ialah mendapat keridhaan Allah SWT, Tuhan Pencipta Alam Semesta.
Ridha dari Sang Khalik adalah kunci dari kesuksesan tersebut. Untuk memperolehnya diperlukan pengorbanan dan komitmen serius.
Terkait hal itu, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menulis sebuah risalah tentang seluk-beluk ‘berhijrah menuju Allah’, yang berjudul Zadu Al-Muhajir atau lebih dikenal dengan Ar-Risalah At-Tabukiyyah.
Dalam risalah yang dirampungkan di Tabuk, 8 Muharram 733 H itu, tokoh yang mempunyai nama lengkap Muhammad bin Abi Bakar bin Ayub bin Sa’ad Zur’i Ad-Damsyiq tersebut memaparkan segala hal yang berkenaan dengan ikhtiar berhijrah kepada Allah dan Rasulnya.
Buku ini meski ditulis ramping dan sederhana, namun memiliki muatan dan isi yang luar biasa. Ibnu Qayyim merumuskan sistematika penulisannya ke dalam 11 bab singkat. Beberapa bab di antaranya diperluas melalui bahasan-bahasan sub bab dengan menyertakan beragam argumen dan analisis yang tajam dan kuat.
Mengawali karyanya, ulama kelahiran Damaskus, Suriah 691 H/1292 M itu memaparkan tentang bagaimana menjalin hubungan yang baik dengan Allah. Menurut dia, prinsip yang harus dijadikan sebagai dasar ialah konsep kebajikan (al-birr) dan ketakwaan (at-taqwa).
Dalam konteks berbuat baik dan saling membantu sesama manusia, memang ditegaskan di ayat 2 Surah Al-Maidah. “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa- Nya.”
Namun, konsep saling berbuat kebajikan dan bertakwa itu juga bisa berlaku antara seorang hamba dan Tuhannya. Karena itu, ayat ini juga bisa diterapkan dalam interaksi vertikal tersebut.
Menurut ulama bermazhab Hanbali itu, dalam konteks tertentu, penggunaan kedua kata tersebut—al birr dan at taqwa—tidak bisa disamakan. Kata al-birr mencakup semua bentuk kebaikan dan kesempurnaan yang dituntut dari diri seorang hamba. Lawan katanya ialah al-itsm, atau kejahatan.
Dengan definisi ini, seluruh kebajikan tak terkecuali iman dan takwa dikategorikan al-birr. Sedangkan yang dimaksud takwa, pada hakikatnya ialah melaksanakan semua perintah dan menjauhi larangan-Nya. Jalan yang mengantarkan hamba menuju kesempurnaan dan ketakwaan. Itulah takwa.