REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Setali tiga uang soal kebebasan beragama, Amerika Serikat (AS) justru menasihati Mesir, Cina, dan Eropa. Dalam laporan Departemen Luar Negeri AS tentang kebebasan beragama ketiga negara tersebut dianggap telah menekan hak-hak masyarakat.
"Dalam masa transisi, tekanan terhadap minoritas di masyarakat muncul ke permukaan," demikian bunyi laporan tersebut seperti dikutip alarabiya.net, Selasa (31/7). Disebutkan pula, aspirasi minoritas justru direspon dengan tekanan, sehingga menciptakan ketegangan.
Laporan itu juga secara rinci memaparkan situasi Mesir pada tahun 2011. Menurut AS, meskipun pemimpin Mesir telah merangkul berbagai pihak, justru terjadi ketegangan sektarian dan peningkatan kekerasan. "Ini adalah bentuk kegagalan Mesir untuk mengekang kekerasan yang meningkat terhadap minoritas Kristen Koptik," kata laporan itu,
Laporan itu mengutip serangan Oktober tahun lalu, yang menewaskan 25 orang. "Untuk saat ini, pejabat pemerintah belum mengumumkan pertanggungjawabannya atas tindakan itu," papar Laporan itu.
Menlu AS Hillary Clinton, Senin (30/7), bertemu dengan Presiden Mesir Muhammad Mursi. Dalam pertemuan itu, ia mendesak Mursi untuk menghormati hak-hak orang Mesir. Setelah bertemu Mursi, Clinton mengadakan pertemuan pribadi dengan pemimpin Koptik.
Departemen Luar Negeri AS juga mengisyaratkan kemerosotan tajam selama 2011 dalam hal perlindungan kebebasan beragama di Cina. "Daerah Otonomi Tibet melakukan pembatasan kegiatan agama," kata dia.
Untuk Eropa, AS memperingatkan adanya perkembangan xenofobia, antisemit, antimuslim, dan intoleransi kepada minoritas. AS menunjuk Belgia dan Prancis yang dianggap terlalu keras membatas ruang gerak muslim.
AS juga mengeritik Undang-undang yang disahkan parlemen Hungaria terkait pendaftaran organisasi keagamaan membutuhkan suara politik di parlemen. "UU mulai berlaku pada 1 Januari 2012. Efek dari UU itu mengurangi jumlah organisasi agama yang diakui dari 300 menjadi 32," kata laporan itu.