Rabu 01 Aug 2012 19:34 WIB

Krisis Tempe tidak Pengaruhi Inflasi di Jakarta

Rep: Ira Sasmita/ Red: Chairul Akhmad
Seorang perajin melakukan proses pengeringan tempe.
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Seorang perajin melakukan proses pengeringan tempe.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kelangkaan dan kenaikan harga tempe pada bulan Juli kemarin, tidak memberikan pengaruh besar terhadap angka inflasi di Jakarta.

Pada Juli 2012, harga-harga di DKI Jakarta mengalami inflasi 0,55 persen. Komoditi tempe hanya memberikan kontribusi sebesar 0,0089 persen.

"Bobot konsumsi tempe di DKI itu secara relatif rendah. Tempe berada pada urutan ke-17 dalam komoditi yang memberikan sumbangan inflasi. Sangat kecil dan darurat tempe yang kemarin sempat dihebohkan itu agak sedikit berlebihan," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta, Nyoto Widodo, di Jakarta, Rabu (1/8).

Menurut dia, harga kedelai sebagai bahan baku tempe juga tidak tercatat dalam peningkatan laju inflasi pada Juli 2012. Inflasi terutama disebabkan naiknya harga pada pada kelompok bahan makanan, yaitu sebesar 1,58 persen.

Kelompok lainnya yang mengalamai kenaikan indeks adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebsar 1,33 persen. Kemudian kelompok kesehatan 0,42 persen, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 0,16 persen. Kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan juga mengalami peningkatan sebesar 0,15 persen.

Komoditi yang memberikan sumbangan inflasi cukup besar antara lain daging ayam ras sebesar 0,09 persen. Kemudian telur ayam sebesar 0,06 persen. Kenaikan harga telur ayam, disebut Nyoto, turut mengakibatkan sumbangan inflasi dari komoditi siomay, sebesar 0,0431 persen.

"Komoditi bahan makanan yang naik sifatnya musiman, karena bertepatan dengan Ramadhan, seperti ayam, telur ayam, gula pasir, ketupat dan lontong sayur, hingga jeruk. Yang paling mendominasi adalah sub kelompok daging dan hasil-hasilnya, " ujar Nyoto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement