REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menjadikan Indonesia sebagai tempat penampungan bagi etnis Muslim Rohingya bukanlah solusi efektif untuk selesaikan persoalan di Myanmar. Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah menyampaikan hal itu.
Menurut Azra dengan memberikan penampungan bagi korban konflik komunal tersebut, sama halnya dengan mengatakan Indonesia setuju dengan rencana pemerintah Myanmar untuk mengusir 800 ribu etnis Rohingya, dari negara tersebut.
Padahal terang Azra yang dibutuhkan etnis Rohingya adalah tempat hidup yang aman, dan terjamin keselamatannya. Kata dia, perlu bagi pemerintah Indonesia mempertanyakan terlebih dahulu status kewarganegaraan etnis yang menjadi korban diskriminatif pemerintah junta Myanmar itu.
Kata dia, dengan menekan pemerintah Myanmar agar mengakui kewarganegaraan etnis Muslim Rohingya, persoalan multietnis di negara bagian Rakhine tersebut akan lebih mudah penyelesaiannya. "Myanmar harus menjelaskan kepada internasional kedudukan hukum mereka," kata cendikiawan muslim ini kepada Republika, Rabu (1/8).
Sampai sekarang, terang Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah ini pemerintah mampu mengubah kultur politik di Myanmar. Untuk itu kata dia, Indonesia memiliki peran khusus menyampaikan kepada pemerintahan di Myanmar agar memberikan hak kewarganegaraan yang penuh bagi Rohingya.
"Mengakui mereka sebagai pengungsi, itu juga sama halnya mengakui mereka adalah korban perang antar etnis yang terusir dari negaranya," tuturnya.
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ujar dia sudah menyatakan bahwa Muslim Rohingya adalah warga negara Myanmar sejak lama. Namun pemerintah Myanmar tidak mengakui, "Itu tidak jauh beda dengan prilaku Israel terhadap Palestina. Dan itu pelanggaran hak asasi manusia," kata dia menegaskan.