REPUBLIKA.CO.ID, Kemudian dia mengemukakan dalil yang dipergunakan oleh golongan yang tidak memperbolehkan mengucapkan kata-kata ini secara mutlak.
Ia juga mengatakan, jika yang dimaksud dengan idhafah kepada Allah (yakni dengan menyebut 'khalifah Allah’) itu menggantikan/mewakili Allah, maka pendapat yang benar ialah pendapat golongan yang tidak memperbolehkannya.
Sedangkan jika yang dimaksud dengan idhafah itu ialah bahwa Allah menjadikannya sebagai pengganti orang sebelumnya, maka dalam hal ini tidak terlarang meng-idhafah- kannya.
Hakikatnya, khalifah Allah adalah yang dijadikan-Nya sebagai pengganti bagi lainnya. Dengan demikian, keluarlah jawaban itu dari perkataan Amirul Mukminin, “Mereka adalah khalifah-khalifah Allah di butni- Nya.” Demikian uraian Ibnul Qayyim.
Syekh Yusuf Qardhawi sebagai salah seorang yang sangat mengagumi Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnul Qayyim dengan segala kekayaan ilmiah mereka yang agung yang mereka tinggalkan untuk umat ini.
Qardhawi juga menghormati motivasi yang mendorong mereka mengingkari ide "khilafah Allah" ini setelah sebagian ahli tasawuf berlaku ekstrem sehingga merusak pengertiannya.
Namun, melihat dalil-dalil yang mereka kemukakan tersebut untuk melarang atau menolak pendapat bahwa manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, adalah dalil yang tidak qath’i dan tidak kuat.
Ada dua alasan yang dijadikan acuan: Pertama, bahwa ketika orang-orang memanggil Abu Bakar RA dengan sebutan, "Wahai Khalifah Allah", dia menjawab, "Aku bukan khalifah Allah, tetapi aku adalah khalifah Rasulullah SAW, cukup begitu.”
Kedua, bahwa khalifah ialah orang yang menggantikan kedudukan orang lain. Adapun Allah Ta’ala tidak boleh ada seorang pun yang menjadi pengganti-Nya, karena tidak ada yang senama dan setara dengan-Nya, bahkan Dia-lah yang menjadi pengganti bagi lainnya.