REPUBLIKA.CO.ID, Selain itu, budaya tabligh yang diubah oleh Kiai Dahlan adalah kecendrungan umum para ulama yang memiliki tradisi oral (lisan) dalam menyampaikan dakwah.
Dalam hal ini, Kiai Dahlan mengubah tradisi lisan menjadi budaya tulis-menulis. Langkah perubahan ini dapat diihat melalui usaha Kiai Dahlan saat mendirikan majalah berbahasa Jawa, Suwara Muhammadiyah.
Adapun dalam rangka menghadapi Jawaisme, menurut Kuntowijoyo, Kiai Dahlan justru menggunakan metode positive action (dengan selalu mengedepankan amar makruf), dan bukannya menyerang tradisi serta kepercayaan Jawaisme (nahi mungkar). Sebagai contoh, mengenai persoalan arah kiblat.
Penjajahan yang berlangsung pada masa Kiai Dahlan menyebabkan kehidupan beragama di kalangan umat Islam mengalami kemerosotan. Praktik-parktik ibadah yang dijalankan umat Islam pada saat itu bercampur dengan tradisi masyarakat setempat.
Salah satu contohnya adalah banyaknya bangunan masjid di Tanah Jawa yang pembangunannya tidak didasarkan untuk kepentingan agama, tetapi didasarkan untuk kerapian pembangunan negara. Akibatnya, banyak masjid yang kiblatnya tidak tepat ke arah Masjidil Haram di Makkah.
Hal ini dilakukan Kiai Ahmad Dahlan, karena kepakarannya dalam bidang ilmu falak. Kiai Ahmad Dahlan pun berusaha untuk membenarkan arah kiblat Masjid yang menjadi tempat ibadah kaum Muslimin Indonesia, terutama di Yogyakarta.
Masa kini
Muhadjir menjelaskan, ketiga hal tersebut, menjadi landasan pembaruan bagi warga Muhammadiyah saat ini. Ketiga hal pembaruan yang sempat dilakukan Kiai Ahmad Dahlan kini lebih dikonkretkan lagi ke dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Pendidikan yang dulu harus identik dengan Arab, diperbaiki dengan mengadopsi ala Barat. Siswa bersekolah memakai celana. Dalam bidang kesehatan, dikembangkan berbagai balai pengobatan dan rumah sakit.
Sedangkan dalam bidang kesejahteraan sosial, Muhammadiyah memperbanyak lembaga-lembaga kesejahteraan sosial peduli umat, baitul mal, dan lain sebagainya.
Pada prinsipnya, gerakan pembaruan yang dilakukan Muhammadiyah, tak akan pernah berhenti, jelas Muhadjir.
Pernyataan senada juga diungkapkan Prof Yunahar Ilyas, salah satu Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Menurutnya, pembaruan atau tajdid yang dikembangkan Muhammadiyah adalah tetap melakukan pemurnian. Pembaruan itu tidak akan pernah berhenti.