REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komisi Perdagangan Internasional Amerika Serikat (USITC) mengeluarkan keputusan akhir yang intinya mencabut pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk imbalan (BMI) terhadap produk kertas asal Indonesia.
"Keputusan tersebut diambil karena USITC yakin jika BMAD dan BMI produk CLPSS (certain lined paper school supplies) asal Indonesia tidak akan menyebabkan kerugian material terhadap industri dalam negeri Amerika Serikat," kata Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Ernawati di Jakarta, Kamis (23/8).
Menurut Ernawati, USITC memberikan hasil keputusan berbeda terhadap produk kertas yang sejenis yang berasal dari negara Cina dan India yang akan tetap dikenakan BMAD dan BMI karena masih dianggap berpotensi menimbulkan kerugian material bagi industri dalam negeri AS.
Ia memaparkan, Departemen Perdagangan AS (USDOC) telah memulai penyelidikan terhadap produk CLPSS tersebut sejak 1 Agustus 2011, setelah melakukan penyelidikan dumping dan subsidi terhadap produk CLPSS asal Indonesia, India, dan Cina sejak 7 Oktober 2005.
"Permohonan penyelidikan Anti Dumping (AD) dan Countervailing Duties (CVDs) ini diajukan oleh the Association of American School Paper Suppliers," katanya dan menambahkan,perusahaan Indonesia yang dituduh adalah Sinar Mas Group (Pabrik Tjiwi Kimia).
Setelah melakukan penyelidikan selama beberapa bulan, USDOC akhirnya mengeluarkan 'Preliminary Determination' (keputusan awal) pada 7 Februari 2006 yang berisi pengenaan Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) sebesar 97,85 persen - 118,63 persen kepada produk CLPSS asal ketiga negara tersebut.
"Saat itu kami melakukan berbagai upaya diantaranya melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Keuangan, Badan Koordinasi Penanaman Modal, PT. Perusahaan Pengelola Aset, serta dunia usaha dalam menjawab kuesioner yang diberikan USDOC," bebernya.
Menurut dia, pemerintah Indonesia juga telah menyampaikan submisi kepada USDOC pada 24 Februari 2006 yang berisi sanggahan terhadap tuduhan subsidi AS tersebut dengan menjelaskan kebijakan Indonesia di bidang kehutanan, keuangan dan investasi.
Namun, USITC pada 25 September 2006 mengeluarkan 'Final Determination' (keputusan akhir) yang mengenakan BMAD sebesar 97,85 persen-118,63 persen dan BMI sebesar 40,55 persen kepada produk CLPSS milik Indonesia, Cina dan India.
Ernawati mengatakan bahwa bea masuk yang dikenakan sangat besar karena pihak AS menggunakan data dan informasi yang dimiliki oleh USDOC sebagai dasar pengenaan tersebut dan membuat produk Indonesia sulit memasuki pasar AS.
"Tapi kami terus berupaya melakukan pendekatan dengan pihak AS dan menunjukkan bukti-bukti tidak adanya praktik dumping dan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah dan produsen CLPSS Indonesia, hingga pada akhirnya pihak USDOC melihat bahwa produk CLPSS Indonesia tidak mengancam kelangsungan industri dalam negeri AS," tandasnya.